Rabu, 02 Mei 2012

Makalah Agama Islam"Mengapa Rosulullah Berpoligami"


1.    Uraikan sejarah poligami yang telah menjadi tradisi ( tatanan sosial ) bangsa arab sejak sebelum masa kehidupan Nabi Muhammad S.A.W !

Pada abad pertengahan, para pendeta banyak melakukan tuduhan .Mereka menganggap bahwa poligami merupakan tatanan sosial yang pertama kali diciptakan oleh Muhammad.Tuduhan tersebut sangat bertentangan dengan fakta yang sebenarnya, bahwa poligami merupakan tatanan sosial klasik yang telah ada sejak ratusan tahun sebelum agama islam datang.
Pada zaman dulu kala, poligami telah mengakar kuat pada tatanan sosial masyarakat.Bangsa Ibrani telah melakukan poligami, bahkan taurat membolehkan poligami tanpa menyebutkan adanya batasan jumlah wanita yang boleh dinikahi sampai batasan tersebut ditemukan pada kitab Talmud.Nabi Sulaiman pada masanya yang menikahi wanita mencapai jumlah seratus orang.Kemudian golongan Robbaniyyun yang membatasi jumlah isteri sebanyak empat orang karena Nabi Ya’qub hanya beristrikan empat orang saja.
Sementara bangsa Yahudi masih melakukan poligami sampai abad pertengahan, bahkan sampai saat ini.Bangsa Atena yang membolehkan laki-laki menikahi wanita dalam jumlah tak terbatas.Bangsa Mesir kuno pada masa Diodur Ash-Shaqliy juga melakukan poligami.Selain bangsa-bangsa tersebut di atas, poligami juga menjadi tatanan sosial bangsa-bangsa lainnya.Bangsa-bangsa tersebut antara lain Raja Saila dari Romawi, Raja Qonstantin dan Falafius Valentin dari bangsa Nasrani, bangsa India Kuno, bangsa Mabdiyan, bangsa Babilonia serta bangsa Asyuriah.
Pada masa jahiliyah, praktek poligami sangat memasyarakat pada bangsa Arab.Kebiasaan poligami tersebut dilakukan oleh mereka yang memiliki kemampuan, mereka yang dituntut oleh situasi dan kondisi, maupun mereka yang menganggap akan mendatangkan kebaikan dibalik perbuatan poligami tersebut.Pada masa itu sebagai contoh seorang betrik serta tokoh gereja timur, Mundzir bin Harits bin Abu Jabalah Al Ghassani telah mengawini wanita yang sangat banyak.Begitu pula dengan An-Nu’man raja di Hirah yang mengawini sejumlah wanita hingga setelah ia masuk agama Nashrani.
Sampai pada saatakan hadirnya Islam, bani Tsaqif juga terdapat sejumlah laki-laki yang memiliki isteri sepuluh orang, diantara mereka ada yang masuk Islam seperti Ghailan bin Salamah, Sufyan bin Abdullah serta Mas’ud bin Amir.Kemudian merekapun rela untuk menceraikan enam orang diantara isteri-isteri mereka.Selain mereka ada pula Qais bin Harits dengan delapan orang isteri, Naufal bin Mu’awiyah dengan lima orang isteri.Kemudian Rasulullah memerintahkan kepada mereka untuk memilih empat orang wanita diantara isteri-isteri mereka.
Bila kita lihat lebih jauh, dapat kita ketahui bahwa Abdul Muthalib bin Hasyim, Abu Sufyan dan Shafwan bin Umayyah yang masing-masing mempunyai enam orang isteri.Sedangkan Mughirah bin Syu’ban menikahi tujuh puluh, atau delapan puluh, atau delapan puluh sembilan, atau sembilan puluh tiga orang wanita.
Berdasarkan fakta-fakta sejarah yang telah dijelaskan tersebut, maka tuduhan sebagian musuh Islam yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad adalah orang pertama yang memperbolehkan poligami merupakan kesalahan fatal dan dusta yang besar.

2.    Uraikan empat contoh kehidupan Nabi Muhammad yang menunjukkan bahwa Beliau bukan termasuk orang yang suka menuruti hawa nafsunya semata, baik dalam pergaulan pada masa mudanya maupun dalam hal harta benda serta terhadap wanita!

a.    Kehidupanpada Masa Muda
Sebelum diangkat menjadi Rasul, selama empat puluh tahun Rasulullah hidup di Makkah.Beliau mengalami masa kanak-kanak, masa remaja serta pembentukan kepribadian menuju kedewasaan.Beliau merupakan sosok pribadi yang menjadi suri tauladan terbaik pada masanya.Sejarahpun mencatat bahwa setelah Nabi berdakwah secara terang-terangan kepada kaum musyrikin Makkah untuk memeluk agama Islam, menentang akal dan meremehkan tuhan-tuhan mereka, namun tak ada seorangpun diantara kaum musyrikin yang berani menuduh dan mencemari kehormatan dan kesucian Rasulullah.
Sampai pada saatnya kaum musyrikin melemparkan tuduhan dan menyebarkan isu negatif setelah mereka tak mampu menandingi keunggulan Al Qur’an.Mereka menuduh Rasulullah sebagai penyair, tukang sihir, tukang tenung (peramal), orang yang gila, bahkan menuduh Rasulullah hanya menukil apa-apa yang terdapat dalam kitab-kitab terdahulu.Namun dari sekian banyak tuduhan tersebut, tak ada satupun diantara kaum musyrik yang mampu mengatakan sesuatu yang dapat mencemarkan kehormatan dan kesucian Rasulullah.
Pada masa hidupnya tak pernah terdetik dalam hati Beliau untuk melakukan perbuatan keji atau perzinaan, hingga diriwayatkan bahwa Beliau tidak pernah menyentuh tangan wanita kecuali jika wanita tersebut adalah isteri atau mahramnya maupun budak beliannya.
Dalam sabdanya, Beliau mengisahkan tentang masa mudanya.Pada suatu malam Nabi hendak pergi ke kota untuk begadang seperti para pemuda pada umumnya.Nabipun menitipkan kambing-kambing gembalaanya kepada seorang pemuda Quraisykemudian berangkat ke kota.Hingga akhirnya Beliau sampai ke rumah pertama di kota Makkah, saat itu Beliau mendengar tabuhan rebana dan suara seruling di suatu rumah dalam acara pesta pernikahan si fulan.Beliau duduk untuk menyaksikan mereka, namun Allah menutupi telinga Beliau sehingga tertidur sampai matahari terbit.Sehingga ditanya oleh sahabat Beliau tentang apa yang telah Nabi lakukan.Nabipun menceritakan tentang tidak melakukan suatu apapun mengenai kejadian tersebut.
Kemudian di malam yang lain Nabi mengulangi hal yang serupa, namun kembali Allah menutup telinga Beliau hingga tertidur sampai matahari terbit.Beliau kemudian pulang dan menceritakan kembali kepada sahabatnya.Stelah itu Nabi tidak pernah lagi terdetik keinginan untuk melakukan kejahatan hingga akhirnya Allah mengutus untuk mengemban Risalah-Nya.



b.    Kehidupan pada Masa Kenabian
Nabi Muhammad merupakan sosok yang sangat zuhud terhadap kesenangan hidup di dunia, baik dalam hal harta benda ataupun wanita.Beberapa hal yang menunjukan fenomena kezuhudan Beliau antara lain :
1.    Dalam hal harta benda.
Beliau tidak pernah tergiur sedikitpun dengan harta yang sangat banyak dan melimpah, baik berupa harta rampasan perang, penyerahan dari musuh, upeti, sedekah maupun hadiah.Bahkan Beliau tidak mengambil bagian yang melebihi bagian yang ditetapkan yaitu seperlima dari harta rampasan perang.Beliau juga tidak pernah mengambil satu dirham pun dari seperlima bagian tersebut.Semua bagian tersebut dibelanjakan sesuai ketentuan untuk menguatkan kedudukan kaum muslimin serta mencukupi kebutuhan orang lain.
Beliau pernah bersabda, “Bukanlah hal yang menggembirakan bagiku jika aku memiliki emas sebesar gunung uhud lalu bermalam padaku satu dirham dari harta tersebut kecuali satu dinar yang aku persiapkan untuk agamaku”.
Suatu ketika datang kepada beliau sejumlah uang dinar, maka beliau langsung membagi-bagikannya hingga tersisa enam dinar.Lalu enam dinar itu diberikan kepada isteri-isterinya.Beliau tidak dapat tidur hinnga urusan pembagian tersebut selesai.Kemudian beliau bersabda,”Sekarang aku baru bisa merasa lega.”
Beliau merasa cukup dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, semua sebatas pemenuhan yang sangat prinsip dan sekedarnya saja.Sampai pada saat beliau wafat, tak ada harta yang diwariskan selain keledai, senjata, serta tanah yang beliau tetapkan sebagai sedekah.
2.    Dalam hal makanan
Beliau tidak pernah memakan dua jenis makanan sekaligus, jika beliau makan daging maka beliau mencukupkan dengan  daging itu saja, jika memakan kurma, maka cukup kurma itu saja.Begitu pula jika beliau menemukan roti ataupun susu tanpa roti.Beliau memakan apa yang telah disediakan, tidak menolak apa yang ada seta tidak pernah makan sambil bertelekan.
Sayyidah Aisyah mengisahkan Rasulullah dalam perkataannya,”Sesungguhnya perut Rasulullah tidak pernah merasa penuh karena kekenyangan, dan beliau tidak pernah meminta pada isterinya makanan dan tidak pula mengharapkannya.Jika beliau diberi makan maka dimakannya, jika beliau diberi minum, maka diminumnya.”
3.    Dalam hal pakaian, tempat tidur serta perabot rumah tangga
Dalam berpakaian, Rasulullah biasa memakai pakaian wol, katun, terkadang pakaian dari kapas.Beliau pernah pula memakai pakaian buatan Yaman, memakai jubah, mantel, gamis, celana panjang, sarung, selendang, sepatu dan sandal.Namun beliau tidak pernah memakai pakaian yang terbuat dari sutera, serta melarang seseorang untuk minum pada wadah yang terbuat dari emas atau perak.Serta melarang seseorang memakai pakaian dari sutera ataupun duduk di atasnya.
Dalam tidur, beliau terkadang menggunakan kasur yang terbuat dari kulit berisikan potongan-potongan tali.Terkadang juga beralaskan tikar, kulit dan kadang menggunakan dipan.Walaupun tidur dengan tempat sederhana, beliau merupakan tauladan yang terbaik dari segi kebersihan.
4.    Dalam kepribadian
Sikap zuhud yang ditunjukan Nabi bukanlah sikap monopoli beliau, namun merupakan ciri khas orang-orang terdekatnya supaya menjadi suri tauladan bagi muslim yang lainnya.Sifat qana’ah (merasa cukup) serta sikap zuhud (tidak tergiur) terhadap apa yang mungkin dimiliki, telah menjadikannya sebagai suri tauladan utama, figur seorang hakim yang agung, ataupun gambaran seorang raja yang tidak bersikap semena-mena dalam kekuasaan dan tidak mau tunduk kepada kepentingan pribadi serta dorongan hawa nafsunya.
Beliau memiliki kepribadian yang sangat tangguh, Allah telah memelihara kepribadiannya baik sebelum maupun sesudah diangkat menjadi Nabi.Sayyidah Aisyah, salah seorang isteri Rasulullah memberikan kesaksiannya, bahwa Beliau tidak memiliki bandingan dalam kestabilan indranya, ketepatan nuraninya serta penguasaan terhadap dorongan nafsunya.Aisyah berkata,”Sesungguhnya beliau adalah yang paling menguasai nafsunya diantara kamu.”Selain itu Aisyah juga berkata,”Adapun amalan beliau senantiasa kontinyu, dan siapakah diantara kamu yang mampu melakukan seperti apa yang biasa dilakukan oleh Rasulullah?”
Bukanlah suatu hal yang mudah membawa beban risalah yang besar bagi Rasulullah, beliau menerima kitabullah, menghafalkan dan mengajarkannya kepada para sahabat.Jika terjadi perselisihan, maka para sahabat mengembalikan persoalan kepada Rosulullah.Beliau banyak melakukan ibadah, puasa, shalat malam, serta menjauhkan diri dari tempat tidur agar dapat menghabiskan waktunya untuk shalat hingga kakinya bengkak, memperpanjang waktu sujudnya hingga dikira ruh beliau telah dicabut.
Beliau merupakan pengemban risalah Allah SWT, sosok pembimbing bangsa, kepala negara terbaik yang senantiasa siap menghadapi peperangan dalam rangka mempertahankan agama dan bangsa.Dengan kondisi yang demikian, bagaimana mungkin Rasulullah mempunyai kesempatan berfikir untuk menikahi wanita sebanyak mungkin seperti orang yang kehausan akan wanita?Kenapa beliau juga tidak berpoligami sebelum diangkat sebagai Nabi?Sungguh suatu dusta bagi mereka yang menuduh Nabi, menyudutkan Islam dengan alasan-alasan tak berdasar dan tidak masuk akal.
Namun disamping memiliki banyak kelebihan, Nabi juga manusia biasa yang makan, minum, terjaga tertidur, sehat juga sakit, serta bisa ridla bisa juga marah.Beliau juga sama seperti Nab-Nabi lain, menikah, berpoligami dan memiliki anak sama seperti Nabi-Nabi utusan Allah sebelumnya.Namun tak ada seorangpun yang memperbincangkan perkawinan Nabi ataupun pengingkaran atas mereka.
Demikianlah, disamping poligami yang dilakukan Rasulullah adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan agama juga memiliki substansi hukum yang sangat banyak sesuai alasan yang mendasari pernikahannya.Maka merupakan kesalahan fatal jika seseorang mencela kemuliaan Rasulullah, lalu menganggap sebagai orang yang mabuk wanita, haus akan lawan jenisnya sehingga beliau berpoligami.
3.    Sebutkan dan jelaskan 12 isteri Nabi dengan latar belakang dan alasan pernikahannya masing-masing !
1.      Sayyidah Khadijah Binti Khuwailid
Sebagian besar kehidupan Rasulullah pada masa muda telah dilewati dengan penuh ketenangan, keteentraman jiwa yang suci dan terjaga kehormatannya.Beliau tidak pernah meminang wanita sampai usianya mencapai dua puluh lima tahun.Beliau tidak pernah melakukan penyimpangan dan tidak menikah muda sebagaimana dilakukan pemuda kaumnya serta orang-orang yang sebaya dengannya.Hingga beliau menikah dengan Khadijah pada usia dua puluh lima tahun.Pertemuan beliau dengan Khadijah berawal ketika beliau berdagang dengan modal milik Khadijah, sehingga menyebabkan Khadijah mengagumi kejujuran dan kebaikan perjalanan hidup beliau.
Sayyidah Khadijah merupakan wanita keturunan yang terhormat dan kaya raya.Beliau pernah menikah dua kali dengan dua orang laki-laki dari bani Makhzum, kemudian beliau juga menolak pinangan beberapa pembesarQuraisy karena beliau berkeyakinan mereka hanya menginginkan harta kekayaanya saja.
Suatu hari Khadijah mengutus teman dekatnya untuk menemui Nabi, untuk menanyakan tentang alasan Nabi belum menikah.Sebagaimana atas tugas dari Khadijah, utusan tersebut kemudian menawarkan pernikahan dengan Khadijah.Kemudian Nabi pun dengan tegas menerima tawaran tersebut walaupun beliau juga tahu bahwa Khadijah mempunyai usia lebih dari lima belas tahun diatas beliau serta telah dua kali menikah sebelumnya.Akhirnya beliaupun menikah dengan Khadijah.
Rumah tangga Rasulullah dengan sayyidah Khadijah sangat rukun, penuh kebahagiaan, dan kejujuran.Beliau mempunyai beberapa anak, Qasim, Abdullah, Zainab, Ummu Kaltsum, Fatimah dan Ruqayyah.Dalam kehidupan rumah tangganya, Nabi biasa meninggalkan rumah pada malam-malam tertentu untuk menyendiri, merenung dan beribadah di gua Hira’.Beliau melewati beberapa malam dalam pengasingan hanya untuk beribadah.Hingga beliau menerima wahyu pertama kali sebagai seorang Nabi.Nabi pulang rumah dalam keadaan gemetar, maka Khadijahpun memeluk dan menenangkannya.Sehingga Khadijah menjadi wanita yang pertama kali beriman kepada beliau.
Setelah itu, Khadijah pergi menemui dan menceritakan apa yang dialami Nabi kepada saudara sepupunya Waraqah bin Naufal.Waraqah merupakan penganut agama Nashrani yang telah mempelajari kitab taurat dan injil.Waraqah terdiam, kemudian berkata pada kepad Khadijah bahwa yang dialami Muhammad adalah An-Namus Al Akhbar sama seperti yang pernah terjadi pada Nabi Musa A.S.Lalu Waraqah berkata bahwa Muhammad akan menjadi Nabi.Khadijahpun pulang kemudian bercerita kepada Nabi tentang apa yang dikatakan Waraqah.
Selama hidup berumah tangga dengan Khadijah, tak pernah sedikitpun Nabi berkeinginan untuk poligami.Padahal poligami merupakan kondisi sosial pada saat itu.Hingga Khadijah wafat pada usia 64 atau 65 tahun.Rasulullah merasakan kesedihan yang mendalam stelah wafatnya Khadijah.Kesetiaan beliau terhadap Khadijah senantiasa diperlihatkan selama hidupnya.Pujia-pujian, kerinduan kepada Khadijah senantiasa diucapkan beliau, hingga terkadang diucapkan di depan para isterinya.Sampai-sampai Aisyah sangat cemburu dan tak dapat menahannya.Hingga Rasulullah marah mendengar perkataan atas luapan kecemburuan Aisyah kepada Khadijah.Khadijah wafat tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah ke kota Madinah.

2.      Saudah binti Zam’ah bin Qais bin Abdu Syams
Beliau termasuk orang pertama kali masuk Islam bersama suaminya yang merupakan saudara sepupunya, yaitu As-Sukran bin Amr bin Abdu Syams.Keislamannya menyebabkan ia dikucilkan oleh saudara-saudara serta kaum kerabatnya.Kemudian mereka berdua ikut rombongan hijrah ke Habasyah ( Ethiopia).Dan pada saat kembali ke Makkah, suaminya meninggal dunia.
Sayyidah Saudah adalah seorang wanita tua, gembrot, dan lamban bergerak.Tak ada seorang laki-lakipun yang mau menjadi suaminya.Ia juga tak mungkin kembali pada keluarga yang telah mengucilkannya karena khawatir akan diganggu dan disakiti mereka.Sampai akhirnya Rasulullah menikahinya, pada masa dua tahun sebelum Rasulullah hijrah ke kota Madinah.
Ada beberapa tujuan yang melatar belakangi pernikahan Rasulullah dengan Saudah, tujuan tersebut antara lain :
-         untuk melindungi Saudah dari gangguan dan siksaan kaumnya yang kasar dan bengis.
-         Pernikahan tersebut juga untuk memberikan penghormatan atas sikapnya yang rela berpisah dengan keluarga dan tanah airnya untuk menyelamatkan agama yang dianutmya
-         Untuk memberikan penghargaan atas kesabaran dan komitmennya pada aqidah yang dianutnya
-         Pernikahan ini juga merupakan upaya untuk meringankan beban kerinduannya terhadap suaminya yang telah meninggal dunia
-         Sebagai salah satu siasat halus untuk melunakkan hati kaumnya serta membujuk mereka agar mau menerima agama Islam.
Berdasarkan tujuan diatas, dapat kita simpulkan bahwa pernikahan tersebut sangat memiliki tujuan yang mulia dan bukan pernikahan yang hanya bertujuan untuk memuaskan hawa nafsu serta memperbanyak isteri saja.
Walaupun Sayyidah Saudah adalah wanita tua yang tidak lincah, namun beliau sangat pengertian.Beliau berkata kepada Rasulullah,”Engkau telah kubebaskan atas kewajibanmu (sebagai seorang suami) kepadaku, aku hanya menginginkan dari pernikahan ini agar aku dikumpulkan dalam suatu barisan bersama para isterimu di hari kemudian nanti.Untuk itu aku telah menghibahkan giliranku buat Aisyah Radhiallahu Anha.”
Demikian Rasulullah tetap menjadikannya sebagai salah seorang isteri hingga wafat dan meninggalkan Saudah sebagaimana meninggalkan isteri-isterinya yang lain.

3.      Aisyah binti Abu Bakar
Aisyah adalah puteri dari Abu Bakar, yang merupakan sahabat Rasulullah yang pertama, sahabat yang sangat setia, rela mengorbankan apa saja untuk membela agama Islam.Sehingga Nabi ingin memuliakan sahabat yang disayanginya serta lebih menambah kedekatan hubungan yang telah ada dengan menikahi puteri sahabatnya, Aisyah Radhiyallahu Anha.
Pernikahan Rasulullah dengan Aisyah terjadi pada saat beliau membutuhkan seorang pendamping sepeninggal Khadijah dan Saudah.Walau Bagaimanapun Rasulullah merupakan manusia biasa yang biasa merasakan lapar dan kenyang, sehat dan sakit, terjaga dan tertidur, ridha dan marah, dahaga dan kepuasan begitu pula membutuhkan adanya isteri sebagai pendampingnya.
Adanya interaksi Rasulullah dengan para isterinya, member kesempatan yang sangat baik bagi mereka untuk mengenal hukum-hukum Islam, mengetahui yang halal dan haram serta mubah.Dengan keberadaan isteri di rumah Rasulullah, memberi dukungan moral tersendiri bagi kaum wanita untuk mengunjungi Rasulullah seperti yang dilakukan kaum laki-laki.Kaum wanita biasanya bertanya kepada Aisyah mengenai persoalan yang berat mereka ungkapkan langsung  kepada Rasulullah, khususnya masalah-masalah yang sangat prinsip bagi wanita.
Sayyidah Aisyah merupakan gadis yang sangat cerdas serta memiliki daya ingat yang sangat kuat.Beliau terkenal sebagai perawi hadits dan mengerti tentang hukum.Oleh sebab itu, apabila menemui kesulitan dalam suatu permasalahan agama, para sahabat senior meminta fatwa kepada Aisyah.
Abu Musa Al As’ari berkata,”Tidaklah ada suatu persoalan yang rumit bagi kami lalu kami tanyakan kepada Aisyah melainkan kami dapati padanya ilmu tentang persoalan  itu.”
Masruq berkata,”Aku melihat paara senior sahabat Rasulullah bertanya kepada Aisyah dalam persoalan pembagian harta warisan.
Imam Adz-Dzahabi berkata,”Beliau (Aisyah) adalah salah seorang ahli fikih yang terkemuka di kalangan sahabat, dan para ahli fikih di kalangan sahabat Rasulullah selalu bertanya kepadanya.”
Selain ahli dalam periwayatan hadist dan fikih, Sayyidah Aisyah juga termasuk seseorang yang sangat lincah dan fasih berbicara, hebat menyesuaikan pembicaraan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.Beliau juga banyak menghafal sya’ir-sya’ir.Hisyam bin Urwah menyatakan bahwa bapaknya berkata kepadanya,”Aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih pandai dalam masalah fikih, kedokteran dan sya’ir daripada Aisyah.”
Abu Az-Zinad menyatakan ia tidak pernah melihat seorang yang paling banyak meriwayatkan sya’ir disbanding Urwah.Dan pernah dikatakan oleh Urwah,”Sesungguhnya sya’ir-sya’ir yang aku riwayatkan ini tidak ada nilainya bila dibandingkan dengan sya’ir yang diriwayatkan oleh Aisyah.Setiap kali dihadapkan kepadanya suatu persoalan, maka beliau akan melantunkan sya’ir yang berhubungan dengan persoalan tersebut.”
Mereka pernah berkata pula bahwa Aisyah pernah meriwayatkan sya’ir sejumlah enam puluh bait dari seratus bait.Beliau juga wanita yang sangat cerdik dan tepat dalam berdalil dengan sya’ir serta mengambil permisalan dari sya’ir-sya’ir tersebut.Beliau pernah memperdengarkan dua bait sya’ir karya Abu Kabir Al Hudzaly kepada Rasulullah, maka Rasulullah sangat gembira mendengarnya lalu mencium kening Aisyah.Selain cerdik, Aisyah juga memiliki kemampuan untuk memahami hal-hal yang tidak dapat dipahami oleh kebanyakan wanita, berupa syari’at dalam keadaan-keadaan tertentu.Oleh karena itu banyak para periwayat hadits yang menukil dari beliau hadits-hadits Rasulullah, lalu mereka menyebutkan riwayat-riwayat tersebut di dalam kitab-kitab mereka.
Demikian pernikahan Rasulullah dengan Sayyidah Aisyah yang merupakan respon dari suatu persahabatan, pemenuhan kebutuhan bagi sebuah rumah yang agung.Dalam pernikahan tersebut juga terdapat kebaikan yang sangat banyak bagi Islam dan bagi kaum muslim laki-laki dan perempuan.
4.      Hafshah
Dia adalah puteri dari Umar bin Khaththab, pembantu utama Rasulullah yang lain, yang mmemiliki kedudukan seperti perdana menteri kedua bagi Rasulullah.Khunais bin Hudzafah As-Sahmi, suami Hafshah yang pertama telah meninggal dunia akibat luka parah pada saat perang Badar.Kemudian sebagai ayah, Umar menawarkan puterinya kepada Abu Bakar dengan harapan dia bersedia menikah dengan Hafshah.Namun Abu Bakar tak member jawaban apa-apa sehingga membuat Umar kesal padanya.
Kemudian Umar menawarkan puterinya kepada Utsman bin Affan, yang saat itu isteri Utsman yaitu Ruqayyah binti Rasulullah telah meninggal dunia.Namun Utsman menolaknya dengan perkataanya,”Aku belum berfikir untuk menikah lagi pada saat-saat sekarang ini.”Sebab Utsman bermaksud untuk menikah dengan Ummu Kaltsum puteri Rasulullah.
Bagi Umar penolakan dari kedua sahabatnyua, Abu Bakar dan Utsman sangat menyakitkan. Kemudian beliau pergi mengadu kepada Rasulullah.Rasulullah sangat memahami betapa sakitnya perasaan Umar, sehingga Rasulullah hendak memberikan yang terbaik daripada apa yang diharapkan Umar.Rasulullah besabda kepada Umar,”Hafshah akan dinikahi oleh orang yang lebih baik daripada Utsman, dan Utsman akan menikahi pula wanita yang lebih baik daripada Hafshah.
Tak berapa lama kemudian, tepatnya pada tahun ketiga  dari hijriyah Nabi ke kota Madinah.Demikian pula Utsman yang menikah dengan Ummu Kaltsum puteri Rasulullah.
Dengan demikian pernikahan ini bertujuan :
-         Untuk menjaga kemurnian hubungan persahabatan
-         Untuk memuliakan Umar bin Khaththab, sebagaimana pernikahan Rasulullah dengan ‘Aisyah untuk memuliakan Abu Bakar.
-          Sebagai obat yang manjur untuk mengobati rasa sakit Umar.
-         Pernikahan ini juga merupakan kemuliaan bagi Hafshah sendiri, serta untuk menggantikan kedudukan suaminya yang telah gugur di medan perang Badar.



5.      Ummu Salamah
Memiliki nama lengkap Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah Hudzaifah bin Al Mughirah Al Makhzumy.Suaminya, Abu Salamah Abdullah bin Abdul Asad bin Makhsum meninggal dunia setelah terluka parah dalam perang Uhud.Abu Salamah sendiri adalah putera dari Barrah binti Abdul Muthalib, yaitu bibi Rasulullah.Abu Salamah juga saudara sepersusuan Rasulullah.
Ketika suaminya meninggal dunia, usia Ummu Salamah mulai tua.Karena itu beliau pernah menolak lamaran Abu Bakar dan Umar dengan alas an usianya yang telah tua, anak-anaknya yang banyak ditambah lagi dengan sifat kecemburuannya yang sangat tinggi.
Sebagai balasan atas jasa dan pengorbanannya beserta suami untuk Isalm, Rasulullah mengambil inisiatif untuk memberikan perlindungan dan pemeliharaan langsung terhadap Ummu Salamah.
Rasulullah bersabda kepadanya,”Bermohonlah kepada Allah agar memberikan pahala kepadamu atas musibah yang menimpa dirimu, dan agar Allah menggantikan suamimu dengan yang lebih baik darinya.”Ummu Salamah berkata,”Siapakah gerangan yang lebih baik daripada Abu Salamah?”
Tak lama kemudian, Rasulullah menikahi Ummu Salamah, tepatnya pada tahun kedua setelah perang Badar.Ummu Salamah menyadari sepenuhnya bahwa beliau lebih baik dari Abu Salamah.Kini berarti Nabi langsung menanggung beban hidupnya beserta bebban pemeliharaan anak-anaknya.
Kemudian Rasulullah menikahkan salah seorang putera Ummu Salamah dengan Umamah, puteri Hamzah bin Abdul Muthalib yang dulu pernah menjadi rebutan Ali, Ja’far dan Zaid.
Ummu Salamah adalah seorang wanita yang pernah berkata kepada Rasulullah saat Beliau meminangnya,”Aku adalah wanita yang telah tua, memiliki tanggungan yang sangat besar serta rasa cemburu yang sangat tinggi.”
Rasulullah bersabda kepadanya,”Aku memiliki usia yang lebih tua darimu, adapun masalah tanggungan itu adalah urusan Allah, sedangkan mengenai rasa cemburu maka aku akan mendo’akan kepada Allah agar menghilangkan perasaan itu dari dalam hatimu.”   
6.      Zainab binti Khuzaimah
Beliau berasal dari bani Amir bin Sha’sha’ah.Pada masa Jahiliyyah beliau mendapat gelar Ummul Masaakiin (ibu orang-orang miskin). Suaminya, Thufail bin Harits bin Muthalib telah gugur sebagai syuhada di medan perang Uhud. Dan dalam versi lain dikatakan bahwa beliau adalah isteri Abdullah bin Jahsy, yang juga salah seorang syuhaada di medan perang Uhud.
Zainab bukanlah seorang wanita yang cantik dan menarik, sementara umurnya juga telah melewati usia pemudi.Rasulullah menikahinya tak lain hanyalah untuk memberikan kemaslahatan dan ketenteraman baginya serta karena dorongan rasa saying terhadap anak-anaknya.Selain itu juga sebagai balasan atas meninggalnya sang suami di medan jihad.
Pernikahan Rasulullah dengan Zainab berlangsung pada tahun ketiga hijriah. Namun kehidupan rumah tangga Beliau tak berlangsung lama, sebab hanya selang dua atau tiga bulan setelah pernikahannya, Zainab wafat mendahului Rasulullah.
7.      Juwairiyah binti Al Harits bin Abu Dhirar Al Khuza’iyah
Bapaknya, Al Harits bin Abu Dhirar adalah pemimpin bani Mushthaliq yang pernah mengumpulkan pasukan dan perang melawan Rasulullah.Perang terjadi pada tahun kelima hijriyah di medan perang Al Mariisii’.Peperangan dimenangkan oleh Rasulullah.
Juwairiyah binti Al Harits(yang dulunya bernama Barrah, isteri Musafih bin Shafwan Al Mushthaliqy) menjadi salah satu bagian tawanan perang dari Tsabit bin Qais.Kemudian Tsabit membuat perjanjian dengannya untuk memerdekakannya dengan syarat ia harus melunasi harga dirinya sendiri.
Tak ada pilihan lain bagi Juwairiyah untuk melunasi harga dirinya selain minta bantuan dan mengadu kepada Rasulullah. Rasulullahpun bersedia membantunya dengan melunasi harga diri Juwairiyah dan menikahinya.Berita pernikahan Rasulullah dengan segera menyebar di kalangan kaum muslimin, sehingga mereka dengan suka rela memerdekakan budak-budak mereka yang berasal dari bani Mushthaliq.
Atas dasar inilah sehingga Aisyah pernah berkata,”Kami tidak pernah mengetaui seorang wanita yang paling banyak memberi berkah terhadap kaumnya daripada Juwairiyah binti Al Harits.
Pada awalnya beliau bernama Barrah, kemudian Rasulullah mengubahnya menjadi Juwairiyah.Beberapa waktu kemudian bani Mushthalliq bersedia menerima dan memeluk agama Islam.
Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pernikahan Rasulullah dengan Juwairiyah membawa kebaikan bagi Islan serta menambah kekuatan kaum muslimin dan memperbanyak personil pasukan pembela dakwah.  
8.      Ummu Habibah binti Abu Sufyan bin Harb
Namanya adalah Ramlah, beliau masuk Islam meskipun ayahnya tidak menyenangi hal itu. Kemudian ia hijrah ke Habasyah (Ethiopia) bersama suaminya (Ubaidillah bin Jahsy).Sesampainya di daerah hijrah, suaminya murtad dan memeluk agama Nashrani.Iapun menginginkan isterinya mengikutinya, namun Ummu Habibah menolak dan suaminyapun meninggalkannya. Tak lama setelah itu suaminya meninggal dunia.
Balasan apakah yang pantas dianugerahkan Rasulullah kepada seseorang yang memeluk Islam meski tidak disenangi bapaknya, sementara telah diketahui bahwa bapaknya (Abu Sufyan) adalah musuh Rasulullah yang paling keras serta terkuat diantara musuh-musuhnya yang lain.
Balasan apakah yang pantas dianugerahkan kepada seorang wanita yang pernah melakukan hijrah, rela menghadapi derita dan kesusahan di negeri asing, siap menantang bahaya serta segala kesulitan hidup hanya karena menjaga dan membela agamanya.Kemudian balasan apakah yang pantas diberikan kepada seorang isteri yang menolak ajakan suami untuk murtad sementara keduanya berada di negeri asing.
Taak ada tanda jasa terbaik yang dapat dianugerahkan Rasulullah untuk menghargai perjuangannya serta menjaga kehormatannya selain menikahinya. Saaat itu beliau masih berada di Habasyah sekitar tahun keenam atau ketujuh hijriyah. Hal itu adalah untuk menyelamatkannya dari kesulitan dalam keterasingan, kesendirian serta kemiskinan. Dan diharapkan dari pernikahan itu dapat membujuk dan melunakkan hati bapaknya yang merupakan musuh Islam yang sangat keras.
Ummu Habibah akhirnya kembali bersama Khalid bin Sa’id pada tahun dicapainya perjanjian perdamaian antara kaum muslimin dengan kaum musyrikin Makkah, dan  pada tahun itu pula merupakan tahun penaklukan Khaibar.
9.      Zainab binti Jahsy bin Ri’ab
Beliau adalah puteri bibi Rasulullah yang bernama Amimah binti Abdul Muthalib.Pernikahan Rasulullah dengan Zainab memiliki kisah tersendiri yang banyak dikaburkan bagi mereka yang tidak teliti dan mencermati dengan baik sejarah yang sebenarnya.
Kaum munafik memanfaatkan pengaburan kisah pernikahan Nabi dengan Zainab untuk menebar kebatilan. Namun, sebagian kaum muslim pun turut andil dalam pengaburan kisah pernikahan tersebut.
Sebagai contoh perkataan mereka yang menyatakan bahwa suatu ketika Nabi dating dan berkunjung ke rumah Zaid bin Haritsah (suami Zainab binti Jahsy saat itu), akan tetapi Zaid tidak di rumah dan Zainab mempersilahkan Nabi masuk namun Nabi menolaknya. Kemudian beliau membalikkan badannya untuk kembali seraya mengucapkan kalimat yang tidak begitu jelas terdengar Zainab kecuali perkataan beliau,”Subhanallahil ‘azhiim, Subhaana Musharrifulquluub.” (Maha Suci Allah Yang Maha Agung, Maha Suci Dzat Yang membolak balikkan hati).
Ketika Zaid kembali, Zainab menceritakan hal tersebut kepadanya. Kemudian Zaid pergi menemui Nabi dan berkata,”Wahai Rasulullah, sungguh telah sampai berita kepadaku bahwa anda datang ke rumahku, maka alangkah baiknya jika anda masuk ke rumah itu. Siapa tahu anda bias tertarik pada Zainab, niscaya aku akan menceraikannya untukmu.”Rasulullah bersabda kepada Zaid,”Tahanlah terus isterimu dan bertaqwalah kepada Allah.”
Akan tetapi akhirnya Zaid tidak bisa mempertahankan rumah tangganya. Kemudian ia menceraikan Zainab.Dan setelah masa iddahnya berakhir, maka Rasulullah menikahi Zainab.
Dalam versi lain diceritakan bahwa nabi mendatangi rumah Zaid, lalu beliau melihat Zainab sedang duduk di tengah kamarnya sedang berdandan dan memakai parfum. Dan pada saat itu Nabi memandanginya serta mengucapkan kalimat,”Maha Suci Dzat pencipta cahaya, Maha berkah Allah yang telah memperindah ciptaan-Nya.”setelah itu beliau pulang.
Pada saat Zaid kembali, Zainab menceritakan hal itu kepadanya. Maka Zaid berkata pada Zainab,”Barangkali engkau telah membuat hati Rasulullah kagum, maka bagaimanakah pendapatmu jika aku menceraikanmu agar beliau dapat menikahimu?” Zainab menjawab,”Aku khawatir, engkau menceraikanku sementara beliau tidak juga mengawiniku.”
Zaid mendatangi Rasulullah dan berkata,”aku bermaksud untuk menceraikan Zainab.” Maka beliau menjawab Zaid,”Tahanlah terus isterimu dan bertaqwalah kepada Allah.”
Berita-berita ini merupakan sesuatu yang tidak pantas disandarkan pada Nabi. Adapun hakikat dan kenyataan dari kisah-kisah tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Bahwa Zaid bin Haritsah Al Kalbi adalah seorang yang pernah menjadi tawanan pada masa Jahiliyyah dan kemudian ia dibeli oleh Khadijah binti Khuwailid.Lalu Khadijah menghibahkannya kepada Rasulullah. Maka beliau mengangkatnya sebagai anaknya sendiri ketika masih berada di Makkah, dan pada saat itu Zaid berusia 8 tahun.
b.      Ketika ayah Zaid (Haritsah) mengetahui keberadaan Zaid, maka ia datang bertemu Nabi untuk membicarakan soal tebusan anaknya. Maka Nabi berkata kepadanya,”Kita serahkan kepada Zaid untuk menentukan pilihannya sendiri, jika ia lebih memilih kamu, maka ia menjadi milik kamu. Namun jika ia memilihku, maka demi Allah, aku tidak akan rela menyerahkan seseorang yang lebih memilihku kepada siapapun.”
Zaid mengenal ayah dan pamannya, namun ia lebih memilih bersama Rasulullah. Maka setelah itu Nabi membawa Zaid ke dekat Ka’bah, lalu beliau mengumumkan di depan khalayak ramai bahwa Zaid adalah anaknya, keduanya akan saling mewarisi. Melihat hal itu perasaan ayah dan paman Zaid menjadi tenteram.
Sejak itu Zaid dikenal sebagai putera Muhammad, hingga Islam datang dan turunlah firman Allah,”Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka.”(QS.Al Ahzab:5) Maka Zaid kembali dipanggil dengan nama Zaid bin Haritsah.
c.       Kemudian Nabi mengetahui dari wahyu bahwa Zaid akan menikah dengan Zainab, namun kemudian Zaid akan menceraikannya. Setelah itu beliau akan menikahi Zainab untuk merombak serta menghapus kebiasaan yang berlaku pada bangsa arab, yaitu pengharaman bagi seseorang untuk menikahi wanita bekas isteri anak angkatnya.
Nabi meminang Zainab untuk dinikahkan dengan Zaid. Namun Zainab beserta saudara laki-lakinya yang bernama Abdullah menolak pinangan itu. Penolakan tersebut didasari oleh ketinggian status social Zainab serta garis keturunannya yang masih tergolong bangsawan Quraisy.
Atas dasar tersebut, maka turunlah firman Allah QS.Al Ahzab:36 sehingga tak ada lagi alasan Zainab dan saudaranya untuk menolak pinangan Rasulullah untuk anak angkatnya. Nabi membayar langsung mahar pernikahan itu atas nama Zaid sebesar enam puluh dirham, sebuah baju kurung, sebuah selimut, sebuah baju besi, selembar sarung, lima puluh mud makanan dan tiga puluh sha’ kurma.
d.      Akan tetapi Zainab tidak dapat menanggalkan gengsinya karena kemuliaan nasabnya. Seringkali beliau menampakkan sikapnya yang merasa lebih tinggi daripada Zaid yang kini telah menjadi suaminya. Terkadang ia juga menunjukkan keangkuhannya dan memperlakukan suaminya secara tidak pantas serta selalu memperdengarkan perkataan-perkataan yang menyakitkan hati. Hingga dalam sebagian riwayat dikatakan bahwa Zainab tidak memperkenankan bagi Zaid untuk menyentuh tubuhnya sebagaimana layaknya seorang suami menyentuh tubuh isterinya.
Suatu hari Zaid mendatangi Rasulullah untuk mengadukan Zainab seraya berkata,”Wahai Rasulullah, sesungguhnya Zainab telah berlebihan dalam menyakiti hatiku dengan perkataannya, maka aku bermaksud untuk menceraikannya.” Maka Rasulullah bersabda kepadanya,”Tahanlah isterimu dan bertaqwalah kepada Allah dalam menghadapi persoalannya dan janganlah engkau menceraikannya.”
e.       Rasulullah telah mengetahui melalui wahyu bahwa Zaid akan menceraikan zainab, setelah itu beliau akan menikahi mantan isteri anak angkatnya. Sebab pernikahan ini bertujuan untuk menetapkan syari’at Ilahi yang bijaksana, dan demi untuk menghapus serta merombak kebiasaan yang berlaku dalam bangsa arab, yakni pengharaman bagi seseorang untuk menikahi wanita mantan isteri anak angkatnya sendiri, yang mana sama haramnya dengan menikahi mantan isteri anak kandung.
Pernikahan Nabi dengan Zainab berlangsung pada tahun kelima hijriyah. Ini adalah keteladanan yang dipraktekan secara langsung untuk menghalalkan apa yang seharusnya tidak diharamkan bagi mereka.Tak ada orang selain Nabi yang perbuatannya dapat dijadikan landasan untuk merombak dan menghapus suatu kebiasaan yang memasyarakat seperti itu.
Nabi tidak langsung membeberkan wahyu yang diterimanya kepada Zaid ataupun lainnya, karena beliau khawatir terhadap cercaan dan cemoohan manusia serta adanya rasa malu akan perkataan mereka bahwa Muhammad menikahi mantan isteri anaknya sendiri.
Oleh sebab itu, Allah menegur Nabi-Nya dalam QS.Al Ahzab:37, agar tidak menyembunyikan di dalam dirinya apa yang diketahuinya melalui perantaraan wahyu, serta tidak pantas baginya untuk takut kepada manusia. Karena Allah-lah yang pantas ditakuti dalam segala persoalan. Hendaknya Nabi melaksanakan apa yang diperbolehkan oleh Allah baginya serta diizinkan oleh-Nya untuk dilakukan. Dan yang sangat baik baginya saat Zaid mengadukan zainab adalah berdiam diri atau menyerahkan keputusan akhir tentang urusan Zainab pada Zaid sendiri.
Kemudian setelah teguran, disebutkan ketetapan yang sebenarnya dalam QS.Al Ahzab:38-39, bahwasanya tidak ada celaan dan kecaman bagi Nabi dalam mel;akukan apa yang diperintahkan oleh Allah kepadanya, karena seperti ini pula Allah memerintahkan kepada para Nabi yang terdahulu. Dan ketetapan Allah itu pasti akan terlaksana tanpa ada yang mampu menghalanginya.
Selanjutnya disebutkan pula teguran lain yang mencakup dalam firman Allah tersebut. Yaitu bahwasanya para Nabi yang telah diutus sebelumnya, yang meniti jalan Allah yang telah ditetapkan-Nya, mereka itu senantiasa menyampaikan risalah Allah dan hanya takut kepada-Nya saja, mereka tidak pernah merasa gentar kepada seorangpun. Sehingga mereka tidak pernah merasa keberatan untuk maju melakukan apa yang dibolehkan oleh Allah kepada mereka, berupa pernikahan yang dibolehkan maupun pernikahan yang tidak diperkenankan. Dan para nabi itu, juga memiliki isteri-isteri yang resmi serta isteri-isteri yang terdiri dari wanita-wanita selir.
Pensyari’atan yang dipraktekkan secara langsung ini, Nabi menanggung langsung segala resikonya. Al Qur’an telah memutus (dari segi nasab) antara anak angkat dan bapak angkatnya, serta menhapus ketetapan yang mengharamkan bapak angkat untuk menikahi mantan isteri anak angakatnya. Al Qur’an menerangkan bahwa anak angkat tidak sama dengan anak kandung.
Kemudian Al Qur’an membuktikan kebatilan adat masyarakat arab saat itu dengan membuat dua perumpamaan yang dapat diketahui indera manusia. Pertama, Allah tidak pernah menciptakan dalam satu jasad dua hati sekaligus. Kedua, tidak pernah seorang wanita dijadikan sebagai ibu bagi seorang laki-laki dan sekaligus sebagai isteri baginya. Meskipun seseorang dapat mengharamkan isterinya terhadap dirinya dengan perkataan,”Engkau bagiku adalah sam dengan punggung ibuku.”
Demikian pula tidak mungkin untuk menjadi anak bagi dua orang bapak sekaligus. Satunya bapak angkat, dan satunya bapak kandung. Seseorang hanyalah menjadi anak bagi seorang bapak saja, yaitu bapak yang menyebabkan terlahir ke dunia, dan kepada bapak inilah seorang anak dinisbatkan.
Seorang anak angkat tidak memiliki hak waris atas bapak angkatnya dan sebaliknya. Dan mantan isteri anak angkat tidak haram untuk dinikahi oleh bapak angkatnya. Hal tersebut tercantum pada firman Allah QS. Al Ahzab:4-5.
Meskipun Zaid telah dikenal sebagai putera Muhammad, namun kondisi tersebut tidak mampu mengubah nasab yang dinisbatkan kepadanya sebagai putera Haritsah bin zaid.
Allah berfirman,”Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari salah seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para Nabi-Nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”(QS.Al Ahzab:40)
Pernikahan Rasulullah dengan Zainab ini juga memiliki tendensi tersendiri, yaitu sebagai balasan atas ketundukannya terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya, serta kesediaannya untuk menikah dengan Zaid yang mantan budak, sementara Zainab adalah keturunan bangsawan Quraisy. Dan telah diketahui kejadian ini berlangsung pada masyarakat yang sangat menjunjung tinggi masalah keturunan, hingga berlebihan.
f.        Satu hal yang harus dilakukan bagi mereka yang menyebarkan kebatilan tentang penikahan Rasulullah dengan Zainab adalah bertanya pada diri mereka sendiri :
Apakah dulu Nabi tidak mengenal Zainab? Atau beliau mengenalnya namun tidak mengetahui kecantikannya?
Padahal Zainab adalah puteri bibi Nabi, dan Nabi pula yang melamar Zainab untuk Zaid, bahkan Nabi sendiri yang memaksa Zainab agar rela menerima pernikahan dengan Zaid.
Jika demikian, mengapa beliau mengawinkan Zainab kepada Zaid bukan beliau sendiri yang menikahinya?Sementara jika beliau benar-benar menginginkan untuk menikah dengan Zainab, niscaya beliau akan dapat merealisasikan tanpa ada hambatan sedikitpun.
Dan manakah yang lebih utama bagi Nabi, menikahi puteri bibinya sejak awal, dimana ia masih dalam keadaan perawan ataukah justru menikah setelah Zainab menjanda dari mantan budaknya?
Apakah merupakan hal yang dapat diterima akal, Nabi merasa berat untuk melaksanakan pernikahan yang telah diwahyukan oleh Allah kepadanya, dimana beliau tidak mau membeberkan masalah itu karena merasa takut terhadap cemoohan orang-orang, dan pada waktu yang sama beliau tidak merasa berat jika manusia mengatakan bahwa beliau tergoda oleh kecantikan isteri seorang mantan budaknya, lalu beliau menikahinya setelah diceraikan oleh suaminya?
Sejak kapankah Nabi sebagai pengibar panji risalah yang agung, membiarkan hatinya kosong sehingga sempat tertawan oleh kecantikan wanita?
g.       Kini tak ada lagi celah syubhat terhadap pernikahan yang berdasarkan perintah Allah, demi untuk menghalalkan wanita yang mereka haramkan atas diri mereka. Serta menetapkan mereka suatu undang-undang baru yang menghapus undang-undang yang mereka tetapkan.
Sesungguhnya ayat Al Qur’an yang mulia semuanya mengabarkan kejadian ini penuh keterbukaan tanpa ada menyembunyikannya. Al Qur’an telah menyingkap tujuan pernikahan ini dengan suatu keterangan yang mampu menolak segala cerita para ahli cerita yang kemudian dibesar-besarkan oleh musuh-musuh Islam.
10.  Shafiyah binti Huyay bin Akhthab, Pemimpin Bani Nadhir
Seorang wanita berkebangsaan Yahudi, sebelumnhya pernah bersuamikan dua orang pria Yahudi. Suaminya yang pertama adalah Salam bin Misykam, sedangkan suaminya yang kedua adalah Kinanah bin Ar-Rabi’ bin Abu Al Haqiq.
Beliau tertawan bersama tawanan perang Khaibar pada tahun ketujuh hijriyah, lalu Dihyah Al Kalbi meminta kepada Rasulullah agar memberikan kepadanya seorang budak wanita diantara tawanan. Rasulullah bersabda kepada Dihyah,”Pergilah dan silahkan pilih salah satu dari mereka yang engkau sukai.” Dan dipilihlah Shafiyah oleh Dihyah.
Saat itu pula para sahabat datang kepada Rasulullah dan berkata,”Wahai Rasulullah, sesungguhnya Shafiyah itu adalah puteri pemimpin bani Quraizhah dan bani Nadzir, maka tidak ada yang pantas memilikinya selain anda.”
Maka Nabi bersabda kepada Dihyah,”Ambillah wanita yang lain diantara wanita-wanita tawanan itu.”
Setelah itu Nabi memberikan pilihan kepada Shafiyah antara dipulangkan ke tengah kaumnya atau ia dimerdekakan kemudian dinikahi oleh Nabi. Dan Shafiyah lebih memilih untuk menikah dengan beliau.
Konon sebelum kejadian itu, Shafiyah (pada saat itu masih berstatus sebagai isteri Kinanah) pernah bermimpi melihat bulan jatuh di kakinya. Lalu beliau menceritakan mimpinya kepada suaminya, maka suaminya berkata,”Tidak ada makna lain dari mimpi ini kecuali bahwasanya engkau mengharap untuk menjadi isteri bagi penguasa Hijas yakni Muhammad.” Kemudian Kinanah menampar muka Shafiyah hingga kedua matanya Nampak memar kebiru-biruan.
Ketika para sahabat mempersembahkan Shafiyah kehadapan Rasulullah, beliau melihat bekas kebiru-biruan di kedua matanya. Kemudian Nabi menanyakannya, lalu Shafiyah menceritakan kejadian tersebut.
Bukanlah suatu kesalahan jika Nabi memasukkan dalam pemeliharaan dan penjagaanya seorang wanita tawanan perang, sedangkan ia adalah puteri dari seorang pemimpin kaumnya. Apabila Shafiyah jatuh ke tangan laki-laki selain nabi, niscaya sepanjang hidupnya akan merasakan kepahitan, kehinaan serta status social yang rendah.
Sebagai bukti peristiwa yang pernah terjadi kepada Shafiyah. Suatu hari Rasulullah masuk ke kamar Shafiyah dan melihat ia sedang menangis. Rasulullah bertanya padanya,”apakah yang menyebabkan anda menangis?” Shafiyah menjawab,”Telah sampai berita kepadaku, bahwasanya Aisyah dan Hafshah telah merendahkanku, keduanya mengatakan,”Kita ini lebih baik daripada Shafiyah, karena sesungguhnya kita adalah puteri paman Rasulullah dan sekaligus isteri beliau.”Nabi berkata kepada Shafiyah,”Mengapa anda tidak mengatakan kepada keduanya,”Bagaimana mungkin kalian berdua lebih baik daripada aku, sedangkan bapakku adalah Nabi Harun, pamanku adalah Nabi Musa, dan suamiku adalah Muhammad?”
Bukanlah suatu kesalahan pula tentang apa yang dilakukan Nabi yaitu menikahi seorang wanita tawanan perang, yang sebelumnya telah diberi pilihan untuk kembali kepada kaumnya atau dimerdekakan dan kemudian dinikahinya. Namun wanita itu lebih memilih dinikahi nabi daripada kembali ketengah kaumnya. Dan Shafiyah adalah seorang wanita yang terkenal memiliki hikmah, kecerdasan serta kedermawanan.
11.  Maimunah binti Al Harits bin Hazn Al Hilaliyah
Beliau memiliki hubungan kekerabatan dengan mayoritas pemuka-pemuka bangsa Arab. Beliau memiliki saudara-saudara perempuan kandung, mereka adalah :
o   Ummu Fadhl Lubabah Al Kubra, isteri Al Abbas bin Abdul Muthalib (paman Nabi)
o   Lubabah As-Shugra, isteri Al Walid bin Mughirah dan merupakan ibu kandung Khalid bin Walid
o   Asma’, isteri Ubay bin Khalaf Al Jumahiy
o   Azzah, isteri Ziyadah bin Abdullah Al Jumahiy
Beliau juga memiliki saudara-saudara perempuan dari pihak ibu, mereka adalah :
o   Asma binti Umais, isteri Ja’far bin Abu Thalib
o   Salma binti Umais, isteri Hamzah bin Abdul Muthalib
o   Salamah binti Umais, isteri Abdul Malik bin Ka’ab bin Munabbih Al Khats’amiy
Sebab yang melatarbelakangi pernikahan Rasulullah dengan Maimunah antara lain diceritakan bahwa suaminya yang kedua meninggal dunia, lalu Abbas bin Abdul Muthalib menemui Nabi ketika Nabi sedang Umrah Al Qadha’. Abbas berkata,”Wahai Rasulullah, sesungguhnya Maimunah binti Al Harits telah menjadi janda, maka apakah anda berkenan untuk menikahinya?”Rasulullah menerima tawaran itu.
Dalam riwayat lain diberitakan bahwa pada saat Nabi selesai menaklukan Khaibar, beliau menuju Makkah untuk melaksanakan Umrah Al Qadha’.Peristiwa tersebut terjadi pada tahun ketujuh hijriyah. Pada saat itu pula Ja’far bin Abu Thalib kembali dari daerah hijrah di Habasyah (Ethiopia).
Kemudian Ja’far meminang Maimunah binti Al Harits untuk menjadi isteri Rasulullah. Tindakan tersebut mendapat respon positif dari Nabi, lalu beliau menyerahkan kepengurusannya kepada Abbas dan Nabi menikahinya.
Ada beberapa perkara yang erat kaitannya dsengan pernikahan Rasulullah dengan Maimunah :
a.       Salah seorang saudara perempuan kandung Maimunah adalah isteri Abbas bin Abdul Muthalib (paman Nabi). Sedangkan salah seorang saudara perempuan beliau dari pihak ibu adalah isteri Ja’far bin Abu Thalib, yang satunya adalah isteri Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi). Ketiga nya; Abbas, Ja’far dan Hamzah merupakan orang-orang yang sanagt dekat dengan beliau, orang-orang yang paling dicintainya serta orang-orang yang sangat loyal kepada Nabi dan agama Islam.
b.      Abbas (paman Nabi) dan Ja’far (saudara sepupu Nabi) telah menawarkan Maimunah kepada Nabi. Keduanya menginginkan kemuliaan bagi Maimunah dan juga kemuliaan bagi mereka. Dan sikap penghargaan, kecintaan dan kesetiaan yang dimiliki Nabi dalam persahabatan, tidak mungkin menolak tawaran pernikahan yang diajukan kedua sahabat beliau.
c.       Saudara-saudara perempuan Maimunah adalah isteri para pemuka dan pemimpin, dan merupakan hal yang baik bagi Islam untuk menyamai mereka dengan sebab ikatan pernikahan.
d.      Bahwa Maimunah binti Al Harits bukanlah wanita yang memiliki daya tarik bagi laki-laki, karena beliau adalah wanita tua yang telah menjanda dua kali.
e.       Dialah wanita yang pernah menghibahkan dirinya untuk Nabi, dan berkenaan dengan beliaulah firman Allah QS.Al Ahzab:50.
Bukan kebiasaan Nabi sebagai figurr yang memiliki jiwa mulia dan dermawan untuk menolak keinginan dua orang kesayangannya, Abbas dan Ja’far. Nabi juga tidak mungkin mengecewakan seorang wanita yang telah menghibahkan dirinya untuk Nabi.
12.  Mariyah Al Qibthiyah
Suatu ketika Nabi mengutus Hathib bin Abu Balta’ah dengan sebuah surat yang ditujukan kepada penguasa Iskandaria dan Mesir yaitu Al Muqauqis. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun keenam hijriyah. Surat tersebut beisikan ajakan untuk menerima agama Islam.
Surat tersebut mendapat sambutan yang sangat baik. Kemudian beliau mengirimkan berbagai macam hadiah, diantaranya adalah Mariyah Al Qibthiyah, bersama saudara perempuannya yang bernama Sirin Wakashi yang biasa dipanggil Al Ma’bur. Dan dalam sebagian sumber dikatakan bahwa bersama hadiah tersebut terdapat empat orang wanita.
Nabi memberikan sirin kepada Hasan bin Tsabit, lalu mempunyai anak yang diberi nama Abdurrahman. Sementara Nabi menikahi Mariyah dan melahirkan anak yang diberi nama Ibrahim.
Muqauqis telah menyambut duta Nabi serta surat beliau dengan sambutan baik sehingga mengirimkan hadiah. Sehingga sangatlah bijaksana jika hadiah tersebut diterima, dalam situasi Nabi demikian giat menyebarkan agama, menaklukan berbagai negeri serta menarik simpati manusia dan menambah simpatisan dan pendukung.
Dan merupakan hal yang tidak mungkin jika beliau mengembalikan hadiah tersebut karena jika dikembalikan maka beliau telah menyakiti hati Muqauqis serta Mariyah. Sebab perbuatan ini adalah pemolakan terhadap hadiah serta menunjukkan sikap arogan (angkuh)
Sehingga tidak ada yang lebih baik bagi Nabi kecuali menikahi mariyah, demi menyenangkan Muqauqis dan menyenangkan hati Mariyah.
Pernikahan ini merupakan praktek terhadap hokum yang membolehkan bagi seorang muslim untuk menikahi wanita ahli kitab (wanita yang menganut ajaran Yahudi dan Nasrani). Dan dalam semua ini terdpat manfaat bagi Isalm dan kaum muslimin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar