Pengertian Perjanjian ~ Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.[1]
Perikatan dilahirkan, baik karena perjanjian maupun karena undang-undang (Pasal 1233 KUHPerdata). Sumber terpenting dari perikatan adalah perjanjian, terutama perjanjian obligatoir yang diatur lebih lanjut di dalam Bab Kedua Buku Ketiga KUHPerdata “Tentang perikatan-perikatan yang dilahikan dari kontrak atau perjanjian”.
Defenisi perjanjian adalah suatu perbuatan/tindakan hukum yang terbentuk dengan tercapainya kata sepakat yang merupakan pernyataan kehendak bebas dari dua orang (pihak) atau lebih, dimana tercapainya sepakat tersebut tergantung dari para pihak yang menimbulkan akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu dan atas beban pihak yang lain atau timbal balik dengan mengindahkan ketentuan perundang-undangan.[2]
Pengertian Perjanjian |
Undang-undang memberikan definisi dari perjanjian yaitu pada Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang bunyinya :
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”
Menurut R.Setiawan, definisi tersebut belum lengkap, karena menyebutkan perjanjian sepihak saja dan juga sangat luas karena dengan dipergunakannya perbuatan tersebut harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.
Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum. Menambahkan perkataan “saling mengikatkan diri” dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Sehingga perumusannya menurut beliau menjadi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.[3]
Bahwa rumusan perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata tersebut kurang tepat, karena ada beberapa kelemahan yang perlu dikoreksi, adapun kelemahan tersebut dapatlah diperinci, sebagai berikut:[4]
1. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja.
Disini dapat diketahui dari rumusan satu orang atau lebih terhadap satu orang atau lebih lainnya. Kata “mengikatkan” merupakan kata kerja yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja. Sedangkan maksud dari perjanjian itu mengikatkan diri dari kedua belah pihak, sehingga Nampak kekurangannya dimana setidak-tidaknya perlu ada rumusan “saling mengikatkan diri”. Jadi jelas nampak konsensus atau kesepakatan antara kedua belah pihak yang membuat perjanjian.
2. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus atau kesepakatan.
Dalam pengertian perbuatan termasuk juga tindakan :
- Mengurus kepentingan orang lain.
- Perbuatan melawan hukum.
Dari kedua hal tersebut di atas merupakan perbuatan yang tidak mengandung adanya konsensus atau tanpa adanya kehendak untuk menimbulkan akibat hukum. Juga perbuatan itu sendiri pengertiannya sangat luas, karena sebetulnya maksud perbuatan yang ada dalam rumusan tersebut adalah perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang menimbulkan akibat hukum.
Sumber Hukum :
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Referensi :
- [1] Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan ke XI, PT. Intermasa, Jakarta 1987. Hal, 1.
- [2]Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidan kenotariatan, PT. Citra Aditia Bakti, Bandung, 2011. Hal, 3.
- [3] R.Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1987, Hal.49.
- [4] Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan (Perikatan yang lahir dari perjanjian dan dari undang-undang), Mandar Maju, Bandung, 1994, Hal.46.
- http://artonang.blogspot.co.id/2016/04/pengertian-hukum-perdata.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar