Rabu, 17 Agustus 2016

Pengertian Tindak Pidana Pengeroyokan

Hukum Dan Undang Undang ~ Untuk mendefinisikan tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan secara bersama-sama, dibutuhkan ketelitian dan kejelasan yang tegas, karena mengingat kata pengeroyokan dalam khasanah keilmuan hukum pidana tidak terlalu terperinci pembahasannya dan hanya merupakan Bahasa yang timbul dan hidup di masyarakat sebagai realitas sosial yang sering juga disebut tindakan massa. Jadi terdiri dari dua pengertian yang dirangkaikan menjadi satu yaitu pengertian perbuatan pidana dan pengertian pengeroyokan.

Kata pengeroyokan menurut kamus ilmiah populer adalah dengan : 
  • cara melibatkan banyak orang; bersama-sama; dan
  • secara besar-besaran (orang banyak). 
Jadi berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa adalah suatu tindakan dari sekumpulan orang banyak yang terdiri dari satu orang lebih yang tanpa batas berapa banyak jumlahnya.

Jadi berdasarkan kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan secara bersama-sama adalah perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang berlaku disertai ancaman sanksi bagi pelanggarnya yang mana perbuatan tersebut dilakukan oleh sekumpulan orang banyak/lebih dari satu orang dimana jumlahnya tanpa batas ataupun yang biasa disebut dalam masyarakat tindakan dari “massa”.

  Pengertian Tindak  Pidana Pengeroyokan
  Pengertian Tindak  Pidana Pengeroyokan
Menurut para ahli perbuatan tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan secara bersama-sama yang mengakibatkan kerusakan fisik maupun non fisik dikatakan sebagai kekerasan yang bertentangan dengan hukum, kekerasan dalam hal ini baik berupa ancaman saja maupun sudah merupakan suatu tindakan nyata dan memiliki akibat-akibat kerusakan terhadap harta benda atau fisik/mengakibatkan kematian pada seseorang (definisi yang sangat luas sekali, karena menyangkut pula “mengancam” disamping suatu tindakan nyata).

Dengan melihat definisi tentang kekerasan tersebut maka dalam pidana yang dilakukan secara pengeroyokan masuk dalam kategori kekerasan kolektif (Collective Violeng). Biasanya tindakan pengeroyokan tersebut disertai/ditandai dengan ciri-ciri yaitu :
  1. Anonimitas adalah memindah identitas dan tanggung jawab individual ke dalam identitas dan tanggung jawab kelompok;
  2. Impersonalitas adalah hubungan antara individu di luar massa maupun di dalam massa menjadi sangat impersonal;
  3. Sugestibilitas adalah sifat sugestif dan menularnya.
Adapun yang menjadi catatan bagi penulis dalam hal ini adalah antara tindak pidana yang dilakukan secara pengeroyokan tidak ada perbedaan yang signifikan dengan tindak pidana yang biasa kita kenal (dilakukan) orang seorang, hanya saja yang membedakan adalah subyek dari perbuatan tersebut yang jumlahnya lebih banyak/lebih dari satu orang. Adapun yang selama ini menjadi permasalahan adalah terkait dengan tindakan hukum dan pemberian sanksi yang adil serta efektif terhadap kelompok dan pelaku-pelaku atau sekumpulan orang yang mengalami kesulitan dalam pengaplikasiannya di lapangan.

Apabila dilihat dari sisi KUHP yang mana tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan secara bersama-sama diatur dalam Pasal 170 KHUP, bahwa pengertian dari tindak pidana pengeroyokan itu tidak dapat kita temukan, tetapi disebutkan dalam Pasal ini adalah bahwa tindak pidana itu dilakukan secara terang-terangan atau terbuka didepan umum dengan tenaga bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang. Tindakan terlarang disini ialah secara terbuka dengan tenaga bersama melakukan kekerasan terhadap orang (atau barang). Yang dimaksud dengan secara terbuka (openlijk) disini ialah bahwa tindakan itu dapat disaksikan umum. Jadi apakah tindakan itu dilakukan ditempat umum atau tidak, tidak dipersoalkan. Pokoknya dapat dilihat oleh umum. Bahkan dalam praktek peradilan, jika tindakan itu dilakukan ditempat yang sepi, tidak ada manusia yang lain melihat, penerapan delik ini dipandang tidak tepat, karna cukup delik penganiayaan saja yang diterapkan.

Sedangkan yang dimaksud dengan tenaga bersama disini adalah bahwa beberapa tenaga dipersatukan oleh mereka yang mempunyai tenaga itu. Ini tidak berarti, dalam melakukan kekerasan terhadap orang misalnya, semua tangan menyekap orang itu, kemudian kaki menendangnya, kemudian semua tangan menghempaskannya. Jika ada yang menyekap, yang lain memukul dan yang lain menendang, telah terjadi penggunaan tenaga bersama.

Jadi menurut untuk subyek hukum (manusia) yaitu massa, yang jelas berapa jumlah massanya adalah dimana massa yang terlibat perbuatan pidana dapat dihitung berapa jumlahnya serta diketahui seberapa besar keterlibatan dalam melakukan perbuatan pidana, sebab hal tersebut sudah diatur dalam hukum pidana yaitu pada delik penyertaan (deelneming).

Dengan mengacu pada definisi perbuatan tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan secara bersama-sama, dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan dengan perbuatan pidana pada umumnya, hanya saja yang membedakan adalah dari segi subyek pelakunya yang lebih dari satu orang. Oleh karena itu perbuatan pidana yang dilakukan secara massal pembahasan dititik beratkan pada kata “pengeroyokan” .

Jadi berdasarkan kata “pengeroyokan” yang menunjuk pada pelaku pada perbuatan pidana dimaksudkan adalah dua orang lebih dan tidak terbatas maksimalnya. Maka berdasarkan hal tersebut perbuatan tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan secara bersama-sama dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

1. Tindak pidana yang dilakukan secara pengeroyokan dengan subyek hukumnya yang terbentuk secara terorganisir. Umumnya pada bentuk ini dikendalikan oleh operator-operator lapangan yang mengerahkan bagaimana dan sejauhmana harus bertindak. Tindakan yang dilakukan ditujukan untuk mencari keuntungan (material) secara kelompok dan dilakukan secara ilegal (melanggar hukum). Pada bentuk yang terorganisir dalam pembentukkannya dapat terbentuk melalui 2 (dua) cara yaitu :
  • Yang terbentuk secara terorganisir melalui organisasi, adalah mempunyai ciri-ciri yaitu: memiliki identitas/nama perkumpulan, memiliki struktur organisasi, memiliki peraturan yang mengikat anggotanya, memiliki keuangan sendiri, berkesinambungan dan sosial oriented; dan
  • Yang terbentuk secara terorganisir tidak melalui organisasi, adalah hanya untuk jangka pendek atau sementara sifatnya, dan spontan dibentuk untuk melakukan perbuatan pidana, dan apabila sudah selesai apa yang dikerjakan maka langsung bubar. 
Pada bentuk yang pertama ini dalam melakukan perbuatan pidana menurut TB Ronny Nitibaskara memiliki 3 (tiga) jenis perbuatan pidana atau bahasa yang sering digunakan adalah kekerasan massa (dapat dipersamakan dengan kekerasan kolektif), adapun jenis tersebut, yaitu :
  • Kekerasan massal primitif, adalah yang pada umumnya bersifat nonpolitis, ruang lingkup terbatas pada suatu komunitas lokal, misalnya pengeroyokan, tawuran sekolah.
  • Kekerasan massal reaksioner, adalah umumnya merupakan reaksi terhadap penguasa. Pelaku dan pendukungnya tidak semata-mata berasal dari suatu komunitas lokal, melainkan siapa saja yang merasa berkepentingan dengan tujuan kolektif yang menentang suatu kebijakan/sistem yang dianggap tidak adil dan jujur. Contoh : ribuan sopir angkot mogok (didukung oleh mahasiswa karena disulut oleh adanya kenaikan retribusi dua kali dari Rp. 400 menjadi Rp. 800 yang terjadi di Bandar Lampung tahun 1996).
Sedangkan kekerasan kolektif modern, merupakan alat untuk mencapai tujuan ekonomis dan politis dari satu organisasi yang tersusun dan terorganisir dengan baik.

2. Tindak pidana yang dilakukan secara pengeroyokan dengan subyek hukumnya tidak secara terorganisir adalah sebuah reaksi terbentuk secara spontanitas tanpa adanya sebuah perencanaan terlebih dahulu. Pada jenis massa ini jauh lebih gampang berubah menjadi amuk massa (acting mob). Adapun tindakan tentang dilakukan merupakan bentuk dari upaya untuk menarik perhatian dari publik maupun aparat penegak hukum atas kondisi sosial yang kurang memuaskan dengan cara yang ilegal. Pada bentuk kedua dalam melakukan perbuatan pidana dengan bersama-sama yang artinya adanya kerjasama, tapi dalam kerjasama yang dilakukan terjadi dengan tanpa rencana sebelumnya dan kerjasamanyapun hanya sebatas pada kerjasama fisik saja tidak non fisik. 

Sumber Hukum :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Referensi :

  1. Maulana Muhamad dkk, Kamus Ilmiah Populer. Cetakan Pertama, Absolut, Yogyakarta, 2003.
  2. Atmasasmita Romli, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Cetakan Pertama: Eresco, Bandung. 1992.
  3. Sianturi.S.R, Tindak Pidana Di KUHP Berikut Uraiannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta. 1983.
  4. artonang.blogspot.com/2016/08/pengertian-deelneming-atau.html 
  5. http//www. Mail-archive.com@itb.ac.i1/ : 2007
  6. http//www. Kompas.com/kompas. Cetak/02.10/20/utama/pres/.htm : 2004
  7. http://antikorupsi.org/mod “Korupsi, Amuk Massa, dan Dagelan Hukum”: 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar