Kamis, 28 April 2016

Prosedur Pengurusan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Menjadi Sertifikat Hak Milik Atas Tanah (SHM) untuk Rumah Tinggal

Prosedur Pengurusan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Menjadi Sertifikat Hak Milik Atas Tanah (SHM) untuk Rumah Tinggal ~ Sertifikat hak guna bangunan adalah jenis sertifikat dimana pemegang sertifikat berhak memiliki dan mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan kepunyaan pemilik bangunan. Tanah tersebut dapat berupa tanah yang dikuasai langsung oleh negara, maupun tanah yang dikuasai oleh perorangan atau badan hukum. Sertifikat hak guna bangunan mempunyai batas waktu kepemilikan 30 tahun, dan dapat diperpanjang hingga batas waktu 20 tahun. Menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), hak guna bangunan dapat dimiliki oleh setiap Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Prosedur Pengurusan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Menjadi Sertifikat Hak Milik Atas Tanah (SHM) untuk Rumah Tinggal
Proses SHGB Menjadi SHM Untuk Rumah Tinggal
Keuntungan Membeli Properti dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan :
  1. Tidak Membutuhkan Dana Besar;
  2. Peluang Usaha Lebih Terbuka. Properti dengan status HGB biasanya dijadikan pilihan untuk mereka yang berminat memiliki properti tetapi tidak bermaksud untuk menempati dalam waktu lama; dan
  3. Bisa dimiliki oleh Non WNI
Sementara kerugian membeli Properti dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan :
  1. Jangka Waktu Terbatas; dan
  2. Tidak Bebas
Pengertian Sertifikat Tanah dapat dilihat dasarnya yaitu dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Pasal 19, menyebutkan bahwa :
  • Ayat (1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
  • Ayat (2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi :
  1. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah,
  2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut,
  3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat
Dengan berdasar ketentuan Pasal 19 UUPA, khususnya ayat (1) dan (2), dapat diketahui bahwa dengan pendaftaran tanah/pendaftaran hak-hak atas tanah, sebagai akibat hukumnya maka pemegang hak yang bersangkutan akan diberikan surat tanda hak atas tanah dan berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat terhadap pemegang hak atas tanah tersebut.

Sertifikat hak atas tanah adalah bukti kepemilikan seseorang atas suatu tanah beserta bangunannya. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 4 ayat (1) jo. Pasal 3 huruf a Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah :
  • Dalam Pasal 3 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah bertujuan : untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;
  • Dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun1997 Tentang Pendaftaran Tanah : Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah.
Hal-hal yang berhubungan dengan kepemilikan hak-hak atas tanah seperti Hak Milik dan Hak Guna Bangunan diatur dalam Bagian III dan Bagian V Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam kaitan ini, Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) hanya memberikan hak kepada pemegangnya memanfaatkan tanah untuk mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya, karena kepemilikan tanah tersebut dipegang oleh Negara, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Setelah jangka waktu tersebut berakhir, SHGB dapat diperpanjang paling lama 20 tahun. Dan bila lewat dari waktu yang ditentukan maka hak atas tanah tersebut hapus karena hukum dan tanahnya sepenuhnya dikuasai langsung oleh Negara.

Berbeda dengan Sertifikat Hak Milik (SHM), pemegang haknya mempunyai kepemilikan yang penuh atas tanah dan merupakan hak turun temurun yang terkuat dari hak-hak atas tanah lainnya yang dikenal dalam UUPA. Hanya warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik. Sedangkan, perusahaan-perusahaan swasta, seperti misalnya developer atau perusahaan pengembang perumahan tidak dapat mempunyai tanah dengan status Hak Milik. Mereka hanya diperbolehkan sebagai pemegang SHGB. Dalam hal developer membeli tanah penduduk yang semula berstatus tanah-tanah Hak Milik, maka dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah, Badan Pertanahan Nasional (BPN) akan menurunkan status tanah-tanah yang dimiliki developer tersebut dari penduduk, menjadi berstatus Hak Guna Bangunan, yaitu hanya bangunan–bangunan yang dapat dimiliki oleh developer. Sedangkan, tanahnya menjadi milik Negara, sehingga sertifikat yang dikeluarkan adalah dalam bentuk SHGB. Hal ini diatur secara tegas dalam Pasal 36 UUPA.

Namun, pemegang SHGB tidak perlu khawatir karena berdasarkan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor  6 Tahun 1998 Tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal, tanah dengan status SHGB dapat diubah menjadi tanah bersertifikat Hak Milik, dengan cara melakukan pengurusan pada kantor BPN setempat di wilayah tanah tersebut berada. Pengurusan dapat dilakukan oleh si pemegang SHGB yang berkewarganegaraan Indonesia ataupun menggunakan jasa Notaris/PPAT. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
  1. SHGB asli;
  2. Copy IMB;
  3. Copy SPPT PBB tahun terakhir;
  4. Identitas diri;
  5. Surat Pernyataan tidak memiliki tanah lebih dari 5 (lima) bidang yang luasnya kurang dari 5000 (lima ribu) meter persegi, dan
  6. Membayar uang pemasukan kepada Negara.
Dapat kita lihat lebih jelas lagi dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor  6 Tahun 1998 Tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal, disebutkan bahwa :
  • (1) Dengan keputusan ini :
  1. Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal kepunyaan perseorangan warga negara Indonesia yang luasnya 600 M2 atau kurang, atas permohonan yang bersangkutan dihapus dan diberikan kembali kepada bekas pemegang haknya dengan Hak Milik;
  2. Tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal kepunyaan perseorangan warga negara Indonesia yang luasnya 600 M2 atau kurang yang sudah habis jangka waktunya dan masih dipunyai oleh bekas pemegang hak tersebut, atas permohonan yang bersangkutan diberikan Hak Milik kepada bekas pemegang hak.
  • (2) Untuk pemberian Hak Milik tersebut penerima hak harus membayar uang pemasukan kepada Negara sesuai ketentuan yang berlaku.
Pada Pasal 2 :
  • Ayat (1) Permohonan pendaftaran Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat dengan surat sesuai bentuk sebagaimana contoh dalam Lampiran I Keputusan ini dengan disertai :
  • a. sertipikat tanah yang bersangkutan
  • b. bukti penggunaan tanah untuk rumah tinggal berupa :
  1. fotocopy Izin Mendirikan Bangunan yang mencantumkan bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal, atau
  2. Surat keterangan dari Kepala Desa/Kelurahan setempat bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal, apabila Izin Mendirikan Bangunan tersebut belum dikeluarkan oleh instansi berwenang
  • c. fotocopy SPPT PBB yang terakhir ( khusus untuk tanah yang luasnya 200 M2 atau lebih);
  • d. bukti identitas pemohon;
  • e. pernyataan dari pemohon bahwa dengan perolehan Hak Milik yang dimohon pendaftarannya itu yang bersangkutan akan mempunyai Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal tidak lebih dari 5 (lima) bidang yang seluruhnya meliputi luas tidak lebih dari 5.000 (lima ribu) M2 dengan menggunakan contoh sebagaimana Lampiran II Keputusan ini.
  • Ayat (2) Atas permohonan pendaftaran Hak Milik sebagaimana dimaksud ayat (1) Kepala Kantor Pertanahan mengeluarkan perintah setor pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) yang dibuat sesuai contoh sebagaimana Lampiran III Keputusan ini.
  • Ayat (3) Setelah pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibayar lunas, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya :
  1. Mendaftar hapusnya Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang bersangkutan dalam buku tanah dan sertipikatnya serta daftar umum lainnya;
  2. Selanjutnya mendaftar Hak Milik atas tanah bekas Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai tersebut dengan membuatkan buku tanahnya dengan menyebutkan keputusan ini sebagai dasar adanya Hak Milik tersebut dan menerbitkan sertipikatnya, dengan surat ukur yang dibuat berdasarkan data fisik yang digunakan dalam pendaftaran Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai.
Pada Pasal 1 ayat (2) Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor  5 Tahun 1998 Tentang Perubahan Hak Guna Bangunan Atau Hak Pakai  Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal Yang Dibebani Hak Tanggungan Menjadi Hak Milik, (baca Perbedaan Sertifikat Hak Atas Tanah Dengan Sertifikat Hak Tanggungan ) disebutkan :
Perubahan Hak Guna Bangunan Atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal menjadi Hak Milik, adalah Perubahan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai menjadi Hak Milik yang ditetapkan dengan :
  • Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) Dan Rumah Sederhana (RS) jo Nomor 15 Tahun 1997 dan Nomor 1 Tahun 1998;
  • Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal Yang Telah dibeli Oleh Pegawai Negeri Dari Pemerintah;
  • Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal;

Dasar hukum :

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun1997 Tentang Pendaftaran Tanah,
  3. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor  6 Tahun 1998 Tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal,
  4. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor  5 Tahun 1998 Tentang Perubahan Hak Guna Bangunan Atau Hak Pakai  Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal Yang Dibebani Hak Tanggungan Menjadi Hak Milik.

Referensi :

  1. Jimmy Joses Sembiring, SH, M.Hum; Panduan Mengurus Sertifikat Tanah, VisiMedia 2010, ISBN 9789790650732,
  2. Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Cet. 2, Jakarta: Kencana, 2010, hlm. 261.
  3. http://artonang.blogspot.co.id/2016/04/perbedaan-sertifikat-hak-atas-tanah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar