Rabu, 24 Februari 2016

Merger (Penggabungan/Fusi) Perseroan Terbatas

Merger (Penggabungan/Fusi) Perseroan Terbatas ~ Perusahaan adalah organisasi yang didirikan oleh seseorang atau sekelompok orang atau badan lain yang kegiatannya melakukan produksi dan distribusi guna memenuhi kebutuhan ekonomis manusia. Kegiatan produksi dan distribusi dilakukan dengan menggabungkan berbagai faktor produksi, yaitu manusia, alam dan modal. Kegiatan produksi dan distribusi umumnya dilakukan untuk memperoleh laba. Namun ada juga kegiatan produksi yang tujuannya bukan untuk mencari laba. Seperti yayasan sosial, keagamaan. Hasil suatu produksi dapat berupa barang dan jasa.

Perusahaan terdiri dari berbagai macam bentuk, mulai dari perusahaan yang diusahakan secara sendiri sampai yang diusahakan secara bersama-sama dengan orang lain. Perusahaan ada yang berbadan hukum dan ada pula yang tidak berbadan hukum. Salah satu perusahaan yang berbadan hukum adalah Perseroan Terbatas.

Perseroan Terbatas merupakan bentuk badan usaha berbadan hukum, yang sekarang banyak menjadi pilihan bagi pelaku bisnis di Indonesia. Hal ini disebabkan karena perseroan terbatas mempunyai keunggulan jika dibandingkan dengan bentuk badan usaha lain. Dalam perjalanan menjalankan kegiatan usahanya perseroan terbatas harus pula memikirkan bagaimana usaha tersebut dapat berkembang.

Merger (Penggabunga/Fusi) Perseroan Terbatas
Merger (Penggabungan/Fusi)
Pengembangan usaha perseroan terbatas dapat dilakukan dengan mengadakan penggabungan atau yang biasa disebut merger. Penggabungan usaha itu dilakukan antara perseroan yang satu dengan perseroan yang lain yang menerima penggabungan. Setelah terjadinya penggabungan maka perusahaan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

A. Pengertian Penggabungan (Merger), Macam-Macam Penggabungan dan Dasar Hukum Pelaksanaan Penggabungan Perusahaan.

Penggabungan (merger) sebagai salah satu pilihan atau sarana dalam melaksanakan restrukturisasi perusahaan pada dasarnya memiliki pengertian atau batasan. Pengertian atau batasan merger itu sendiri terdapat dalam literatur-literatur asing dan terdapat pula di dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan Indonesia yang masih berlaku saat ini.

Istilah merger sudah dikenal secara universal. Di negara-negara asing terutama di negara-negara Anglo Saxon, istilah merger adalah merupakan bentuk bangunan kerjasama, sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 dikenal dengan istilah Penggabungan untuk merger. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 PP Nomor 27 Tahun 1998 pengertian penggabungan adalah :

Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lainnya yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan dirinya menjadi bubar”

Menurut Pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007  Tentang Perseroan Terbatas, “Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan peseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva perseroan yang menggabungkan diri beralih kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.”

Rudhio prasetyo yang mensitir buku Essol R Dillavou dan Charles G Howard yang berjudul Principles of Business Law memberikan gambaran partnership dalam business organizations, yang merupakan salah satu bentuk kerjasama yang lain misalnya trust.

Definisi lain dari merger diberikan oleh van de grinten, adalah sebagai berikut : fusi/merger adalah berleburnya/bersatunya beberapa perusahaan sehingga dari sudut ekonomi merupakan suatu kesatuan. Black Hendry Campbell, dalam buku Blacks Law Dictionary sebagaimana disitir oleh Munir Fuady dalam buku hukum tentang merger memberikan definisi :

Merger adalah sebagai suatu fusi atau absorpsi dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat dikatakan, bahwa dalam hal ini fusi atau absorpsi tersebut dilakukan suatu subyek yang kurang penting dengan subyek lain yang lebih penting. Subyek yang kurang penting tersebut kemudian membubarkan diri.

Berdasarkan beberapa pengertian tentang fusi/merger yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan merger perusahaan adalah dua perusahaan melakukan fusi, di mana salah satunya akan lenyap.

Fusi atau merger pada dasarnya merupakan salah satu bentuk kerjasama dalam melaksanakan restrukturisasi perusahaan. Sehubungan merger (penggabungan) perusahaan merupakan suatu fusi atau absorpsi dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya, maka di adalam praktek dikenal beberapa bentuk fusi atau merger.

Pada dasarnya menurut jenis usahanya merger dapat dikatagorikan ke dalam empat bagian sebagai berikut :

a. Merger horizontal

Adalah merger di antara dua atau lebih perusahaan dimana semua perusahaan tersebut bergerak pada bidang bisnis (line of business) yang sama.

Atau dapatlah dikatakan terjadinya fusi horizontal yaitu apabila dua atau lebih perusahaan yang sebagian besar mempunyai pasar pembelian dan pasar pembuangan yang sama-sama berlebur menjadi satu.

b. Merger vertikal

Merger vertikal adalah suatu gabungan di antara dua perusahaan atau lebih dengan mana yang satu bertindak sebagai suplier bagi yang lainnya. Atau dapat dikatakan fusi/merger vertikal ini terjadi apabila perusahaan bersatu dengan perusahaan lainnya, yang mengerjakan lebih lanjut barang-barang yang dibuat oleh perusahaan yang pertama.

c. Merger kon-generik

Yang dimaksud dengan merger kon-generik adalah perusahaan yang bergabung saling berhubungan satu sama lain yang mempunyai kesamaan sifat produksinya, tetapi belum dapat dikatakan sebagai produsen terhadap produk yang sama (horizontal) dan bukan pula hubungan antara produsen-suplier vertikal.

d. Merger konglomerat

Merger konglomerat adalah gabungan antara dua perusahaan atau lebih yang sama sekali tidak punya keterkaitan bidang usaha satu sama lain.

Di antara beberapa bentuk merger yang telah dikemukakan di atas, masih terdapat beberapa metode lagi untuk mengadakan fusi atau merger perusahaan. Sri Redjeki Hartono dalam bukunya Kapita Selekta Hukum Perusahaan mengatakan untuk mengadakan suatu fusi/merger terdapat dua macam metode yaitu :

1. Fusi saham (aandolfosio)

Pada fusi saham terdapat terjadi karena adanya pengoperan saham. Pengoperan itu sendiri dapat terjadi dengan:
  • Fusi karena pembelian saham, jadi pengoperan saham itu sebagai akibat perjanjian jual beli;
  • Fusi karena penukaran saham; dan
  • Fusi dengan penukaran saham dengan tambahan pembayaran uang kontan.

2. Fusi perusahaan (ludrijf fusio)

Pada fusi perusahaan terjadi dengan penggabungan perusahaan-perusahaan dari PT yang kinerjanya menurun ke PT yang berfungsi. Biasanya PT. X menyerahkan kepada PT. Y dengan beberapa kemungkinan :
  • Fusi karena pembelian perusahaan-perusahaan;
  • Fusi dengan inbreng perusahaan; dan
  • Fusi dengan inbreng perusahaan dengan tambahan pembayaran uang kontan.
Sehubungan merger (penggabungan) perusahaan merupakan suatu fusi atau absorpsi dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya, maka untuk legal atau sahnya tindakan secara hukum yang dilakukan oleh perusahaan atau kelompok usaha yang melakukan restrukturisasi perusahaan melalui merger maka diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan payung hukumnya.

Pada dasarnya tindakan yang dilakukan oleh perusahaan atau kelompok usaha yang akan melakukan merger (penggabungan) harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah dalam upaya untuk memberikan adanya kepastian hukum atas tindakan penggabungan dan melindungi kepentingan para pihak terutama pihak ketiga yaitu pemegang saham (masyarakat).

Berikut ini akan dikemukakan beberapa peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar hukum bagi kelompok usaha yang akan melakukan restrukturisasi melalui penggabungan (merger) sebagai berikut :
  • KUHPerdata buku ketiga (sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas) khususnya dasar hukum kontraktual yang mengatur tentang perikatan pada umumnya (pasal 1233 sampai dengan pasal 1456) dan ketentuan mengenai perjanjian jual beli (pasal 1457 sampai dengan pasal 1540);
  • Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
  • Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas;
  • Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank;
  • Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep. 614/MK/II/8/1971 mengenai Pemberian Kelonggaran Perpajakan Kepada Bank-Bank Swasta Nasional yang Melakukan Penggabungan (Merger);
  • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 278/KMK.01/1989 tanggal 25 maret 1989 tentang Peleburan dan Penggabungan Usaha Bank;
  • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 222/KMK.017/1993 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank;
  • Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Keputusan 52/PM/1997 tentang Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha Perusahaan Public atau Emiten;
  • Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/51/KEP/DIR tanggal 14 mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Umum;
  • Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/52/KEP/DIR tanggal 14 mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Perkreditan Rakyat;
  • Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21/15/BPPP tanggal 25 maret 1989 tentang Peleburan Usaha dan Penggabungan Usaha Bagi Bank Umum Swasta Nasional, Bank Pembangunan dan Bank Perkreditan Rakyat.

B. Prosedur dan Tata Cara Merger Menurut Ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Pengaturan mengenai prosedur dan tata cara merger sebagai sarana untuk melaksanakan restrukturisasi perusahaan secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan peraturan perundang-undangan yang baru setelah sebelumnya mengenai perseroan terbatas diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995. Pada dasarnya sebelum diadakannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 telah diadakan pula pengaturan mengenai merger walaupun hanya untuk lingkungan perbankan.

Pengaturan mengenai merger dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas hanya bersifat prosedural dan protektif. Pengaturan mengenai penggabungan yang bersifat prosedural dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas meliputi hal-hal sebagai berikut :
  1. Mengenai rancangan penggabungan atau peleburan usaha;
  2. Syarat penggabungan;
  3. Penggabungan harus mendapat persetujuan dewan komisaris diajukan kepada RUPS untuk disetujui;
  4. Penggabungan berdasarkan ketentuan undang-undang ini, perlu mendapatkan pesetujuan dari instansi terkait; dan
  5. Ketentuan mengenai penggabungan dalam undang-undang ini berlaku pula untuk perseroan terbuka sepanjang tidak ditentukan lain
Sedangkan pengaturan mengenai penggabungan yang bersifat protektif dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007  Tentang Perseroan Terbatas adalah bertujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan pihak tertentu. Adapun pihak-pihak tertentu yang perlu mendapatkan perlindungan meliputi :
  1. Perlindungan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan;
  2. Perlindungan kreditor, mitra usaha lainnya dari perseroan;
  3. Perlindungan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha
Ketentuan mengenai penggabungan (merger) suatu perseroan terbatas diatur dalam BAB VIII mulai Pasal 122 sampai dengan Pasal 134 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Berdasarkan ketentuan Pasal 122 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, Penggabungan dan Peleburan mengakibatkan perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum. Sebagai contoh berikut ini penulis mencoba memaparkan terjadinya penggabungan (merger) : PT. A adalah perusahaan yang akan melakukan penggabungan (merger), PT. B adalah perusahaan target atau sasaran penggabungan (merger). Setelah kedua perseroan terbatas tadi melakukan penggabungan (merger) PT. A berakhir karena hukum.

Rencana penggabungan tersebut harus terlebih dahulu dituangkan ke dalam rancangan penggabungan atau peleburan yang disusun oleh direksi dari perseroan yang ingin melakukan penggabungan.

Rancangan penggabungan tersebut harus disetujui oleh RUPS dan memuat paling sedikit atau sekurang-kurangnya :
  1. Nama dan tempat kedudukan dari setiap perseroan yang akan melakukan penggabungan (merger).
  2. Alasan serta penjelasan masing-masing direksi perseroan yang akan melakukan penggabungan dan persyaratan penggabungan.
  3. Tata cara penilaian dan konversi saham perseroan yang menggabungkan diri terhadap saham perseroan yang menerima penggabungan.
  4. Rancangan perubahan anggaran dasar perseroan yang menerima penggabungan apabila ada.
  5. Laporan keuangan yang meliputi tiga tahun buku terakhir dari tiap perseroan.
  6. Rencana kelanjutan atau pengakhiran perseroan yang akan melakukan penggabungan.
  7. Neraca proforma perseroan yang menerima penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia.
  8. Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota direksi, dewan komisaris dan karyawan perseroan yang akan melakukan penggabungan diri.
  9. Cara penyelesaian hak dan kewajiban perseroan yang akan menggabungkan diri terhadap pihak ketiga.
  10. Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap penggabungan perseroan.
  11. Nama anggota direksi dan dewan komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi anggota direksi dan dewan komisaris perseroan yang akan melakukan penggabungan.
  12. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan penggabungan.
  13. Laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap perseroan yang akan melakukan penggabungan.
  14. Kegiatan usaha setiap perseroan yang melakukan penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan.
  15. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan perseroan yang akan melakukan penggabungan.
Sebelum dilaksanakannya suatu penggabungan (merger) perusahaan berdasarkan ketentuan Pasal 89 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas terlebih dahulu harus dilaksanakan rapat umum pemegang saham (RUPS) dan keharusan kuorum rapat paling sedikit ¾ dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan rups yang lebih besar. Disamping itu pula sebelum pelaksanaan merger salah satu aspek yang diatur dalam undang-undang perseroan terbatas mengenai merger adalah adanya kewajiban disclosure (keterbukaan informasi) melalui pengumuman di surat kabar dengan maksud agar pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui telah dilakukan penggabungan, peleburan atau pengambilalihan (Pasal 133 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas).

Apabila rancangan penggabungan perseroan yang telah mendapatkan persetujuan RUPS harus dilampirkan pada permohonan perubahan anggaran dasar perseroan. Kemudian dimohonkan untuk mendapatkan persetujuan dari Menteri Kehakiman. Tata cara tersebut di atas diberlakukan pada rancangan penggabungan perseroan jika terjadi perubahan-perubahan seperti yang diatur pada Pasal 129 ayat 1 dan Pasal 21 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang meliputi :
  • Nama perseroan dan/atau tempat kedudukan perseroan;
  • Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan;
  • Jangka waktu berdirinya perseroan;
  • Besarnya modal dasar;
  • Pengurangan modal ditempatkan atau disetor; dan/atau
  • Status perseroan tertutup menjadi perseroan terbuka atau sebaliknya.
Di dalam ketentuan pasal 126 ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 2007 diatur mengenai perbuatan hukum, penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan wajib memperhatikan kepentingan :
  • perseroan, pemegang saham minoritas, dan karyawan perseroan;
  • kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan; dan
  • masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Sementara itu pula dalam ketentuan Pasal 133 ayat 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatasdiatur ketentuan sebagai berikut : Direksi Perseroan yang menerima penggabungan atau Direksi Perseroan hasil peleburan wajib mengumumkan hasil penggabungan atau peleburan tersebut dalam satu surat kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya penggabungan dan peleburan. Sedangkan di dalam pasal 134 undang-undang nomor 40 tahun 2007 ditegaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan diatur dengan peraturan pemerintah.

Mengenai prosedur dan tata cara penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan yang tidak diatur di dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas haruslah mengacu kepada peraturan pelaksanaan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas. Di dalam ketentuan peraturan pemerintah tersebut tata cara penggabungan, peleburan dan pengambilalihan diatur di dalam BAB II mulai dari Pasal 7 sampai dengan Pasal 19. Di samping itu apabila yang melakukan penggabungan perusahaan adalah bank, maka perlu pula mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai merger, akuisisi, dan konsolidasi di lingkungan perbankan.

C. Tujuan, Sasaran, dan Beberapa Keuntungan Merger Sebagai Sarana Restrukturisasi Perusahaan.

Pada hakikatnya pengusaha atau kelompok usaha melaksanakan penggabungan (merger) perusahaan adalah bertujuan untuk menyelamatkan perusahaan dari berbagai persoalan-persoalan yang menghimpit perusahaan, namun disisi lain seiring pesatnya perkembangan dunia usaha dan perniagaan, maka tujuan merger tidak sekedar mengatasi persoalan-persoalan intern perusahaan, tetapi merger dapat dimanfaatkan pula untuk memperluas jaringan usaha dan mengembangkan perusahaan.

Dalam buku tentang merger, Munir Fuady menyatakan merger dan akuisisi sebagai sarana restrukturisasi mempunyai tujuan utama yaitu untuk meningkatkan sinergi perusahaan. Sering disebut bahwa rumus yang berlaku adalah 2 + 2 = 5. kelebihan satu dari rumus tersebut berkat adanya tambahan sinergi. Tambahan sinergi dari merger dan akuisisi ini dapat disebut gain. Sedangkan Sri Redjeki Hartono lebih lanjut mengatakan tujuan penggabungan suatu perusahaan adalah untuk kemajuan dari masing-masing perusahaan dan secara tidak langsung adalah untuk dan demi keuntungan dan kepentingan orang-orang (pemilik) yang berada di belakang nama perusahaan yang bersangkutan. Di samping itu tujuan untuk memperluas usaha secara optimal, memperkokoh keadaan pasar baik untuk pembelian maupun penjualan dan memperoleh kedudukan keuangan yang lebih kuat.

Tambahan sinergi dari penggabungan dan peleburan berupa gain dapat memberikan nilai yang positif bagi upaya-upaya menyembuhkan perusahaan-perusahaan yang sedang menghadapi berbagai persoalan-persoalan yang melilit perusahaan.

Tambahan sinergi karena penggabungan dan peleburan ini disebabkan karena ada beberapa keuntungan dari penggabungan dan peleburan sebagai berikut :
  1. Pertimbangan dasar. Dengan penggabungan dan peleburan dimaksud untuk memperluas pangsa pasar. Dalam hal ini baik untuk menghasilkan mata rantai produksi yang lengkap, maupun untuk memperluas distribusi produk dalam satu area atau memperluan area distribusi.
  2. Penghematan distribusi. System distribusi tunggal, tetapi tidak termasuk salesman, dealers, retail outlet dan transportation facilities, seringkali dapat menangani dua produk yang mempunyai metode distribusi market yang serupa, dengan menghemat biaya daripada mereka hanya menangani produk tunggal.
  3. Diversifikasi. Hal ini untuk mengelak dari resiko penempatan telur ayam dalam satu keranjang, di mana bisa jadi telur akan peacah semua. Karena itu diadakanlah penganekaragaman jenis usaha, untuk meminimalkan resiko terhadap pasar tertentu dan atau untuk dapat berpartisipasi pada bidang-bidang yang baru tumbuh.
  4. Keuntungan manufaktur. Banyak keuntungan yang dapat dipetik dengan menggabungkan dua unit manufaktur atau lebih. Biasanya segi-segi kelemahannya dapat diperkuat, over capacity dapat dihilangkan, dan overhead dapat dikurangi. Problem-problem yang bersifat temporer karenanya dapat dipecahkan.
  5. Riset dan Development (RD). Biaya-biaya riset and development dapat dikurangi dengan terbukanya kesempatan untuk menggunakan laboratorium bersama, pendidikan bersama dan sebagainya.
  6. Pertimbangan financial. Dalam hal ini, untuk meningkatkan earning per share dan memperbaiki image di pasar dan mencapai stabilitas dan security financial.
  7. Pemanfaatan excess capital. Excess capital masing-masing perusahaan dapat saling dimanfaatkan.
  8. Pertimbangan sumber daya manusia. Bagi perusahaan yang kekurangan/mempunyai kelemahan di bidang sumber daya manusia dapat dibantu oleh perusahaan lain yang sumber daya manusianya lebih baik.
Pada dasarnya penggabungan sebagai sarana restrukturisasi perusahaan memiliki beberapa sasaran umum. Adapun sasaran umum dilakukan penggabungan perusahaan antara lain :
  1. Untuk meningkatkan konsentrasi pasar;
  2. Untuk meningkatkan efisiensi;
  3. Untuk mengembangkan inovasi baru;
  4. Sebagai alat investasi;
  5. Sebagai sarana alih teknologi;
  6. Mendapatkan akses internasional;
  7. Untuk meningkatkan daya saing;
  8. Memaksimalkan sumber daya; dan
  9. Menjamin pasokan bahan baku.
Bertitik tolak dari tujuan, keuntungan dan sasaran umum pelaksanaan merger yang telah dikemukakan di atas, maka sudah sewajarnyalah merger menjadi pilihan bagi pengusaha atau kelompok usaha yang ingin melaksanakan restrukturisasi perusahaan dalam rangka sebagai upaya untuk mengembangkan dan memperluas jaringan usaha dalam waktu cepat dan relatif singkat.

Jadi, Merger  adalah sebagai sarana restrukturisasi perusahaan dalam pelaksanaannya khususnya menyangkut prosedur dan tata cara penggabungan (merger) mengacu kepada ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas.

Guna memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap para pihak termasuk masyarakat, undang-undang perseroan terbatas mengatur ketentuan mengenai penggabungan (merger) perseroan terbatas lebih bersifat prosedural dan protektif. Tujuan penggabungan (merger) perusahaan pada dasarnya adalah untuk meningkatkan sinergi perusahaan demi kemajuan perusahaan. Tujuan merger perusahaan meliputi pula kegiatan untuk memperluas usaha, memperkokoh keadaan pasar dan memperoleh kedudukan keuangan yang kuat. 

Dasar Hukum : 

  • KUHPerdata buku ketiga (sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas) khususnya dasar hukum kontraktual yang mengatur tentang perikatan pada umumnya;
  • Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
  • Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas;
  • Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank;
  • Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep. 614/MK/II/8/1971 mengenai Pemberian Kelonggaran Perpajakan Kepada Bank-Bank Swasta Nasional yang Melakukan Penggabungan (Merger);
  • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 278/KMK.01/1989 tanggal 25 maret 1989 tentang Peleburan dan Penggabungan Usaha Bank;
  • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 222/KMK.017/1993 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank;
  • Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Keputusan 52/PM/1997 tentang Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha Perusahaan Public atau Emiten;
  • Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/51/KEP/DIR tanggal 14 mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Umum;
  • Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/52/KEP/DIR tanggal 14 mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Perkreditan Rakyat;
  • Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21/15/BPPP tanggal 25 maret 1989 tentang Peleburan Usaha dan Penggabungan Usaha Bagi Bank Umum Swasta Nasional, Bank Pembangunan dan Bank Perkreditan Rakyat.

Referensi :

  1. Richard Burton Simatupang, 1996, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta.
  2. Sudargo Gautama, 1991, Hukum Dagang dan Arbitrase Internasional, Citra Aditya Bakti, Bandung.
  3. Sutantyo R. Hadikusumo, Sumantoro, 1991, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan, Rajawali Press, Jakarta.
  4. http://artonang.blogspot.co.id/2016/02/pengertian-unsur-unsur-ciri-ciri.html
  5. Gunawan Widjaja, 2002, Merger Dalam Perspektif Monopoli, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
  6. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
  7. Zaeni Asyhadie, 2008, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
  8. Yahya Harahap, 2009, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta,
  9. http://artonang.blogspot.co.id/2016/02/pengertian-atau-defenisis-merger.html
  10. http://artonang.blogspot.co.id/2015/12/badan-hukum.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar