Rabu, 17 Februari 2016

Tata Cara Proses Pelaksanaan Merger (Penggabungan) Perseroan Terbatas (PT) "Naamloze Vennootschaap/Corporation"

Tata Cara Proses Pelaksanaan Merger (Penggabungan) Perseroan Terbatas (PT) "Naamloze Vennootschaap/Corporation" ~ Perseroan Terbatas merupakan bentuk badan usaha berbadan hukum, yang sekarang banyak menjadi pilihan bagi pelaku bisnis di Indonesia. Hal ini disebabkan karena perseroan terbatas mempunyai keunggulan jika dibandingkan dengan bentuk badan usaha lain. Dalam perjalanan menjalankan kegiatan usahanya perseroan terbatas harus pula memikirkan bagaimana usaha tersebut dapat berkembang.

Pengembangan usaha perseroan terbatas dapat dilakukan dengan mengadakan Merger atau Penggabungan atau yang biasa disebut merger. Penggabungan usaha itu dilakukan antara perseroan yang satu dengan perseroan yang lain yang menerima penggabungan. Setelah terjadinya penggabungan maka perusahaan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

Tata Cara Proses Pelaksanaan Merger (Penggabungan) Perseroan Terbatas (PT) "Naamloze Vennootschaap/Corporation"
Tata Cara Mereger Perseroan Terbatas (PT)
Dalam melaksanakan Merger, harus tunduk pada ketentuan hukum dan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Undang-undang. Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan Merger ini diatur pada Pasal 122 sampai Pasal 133 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Proses hukum (prosedur) yang harus dilalui oleh perseroan yang hendak melakukan merger (penggabungan) adalah sebagai berikut:

A. Memenuhi Syarat-syarat Penggabungan

Syarat umum penggabungan ini diatur dalam Pasal 126 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas jo. Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas, bahwa perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan kepentingan:
  • Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
  • Kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
  • Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Dalam buku “Hukum Perseroan Terbatas”, M. Yahya harahap, S.H, menyatakan bahwa syarat-syarat tersebut bersifat “kumulatif”, sehingga satu saja di antaranya dilanggar, mengakibatkan perbuatan hukum penggabungan tidak dapat dilaksanakan.

Lebih lanjut, Yahya harahap menambahkan bahwa selain syarat tersebut, Pasal 123 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas menambah satu lagi syarat bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan penggabungan syaratnya, perlu mendapat “persetujuan” dari “instansi terkait”. Menurut penjelasan pasal ini, yang dimaksud Perseroan tertentu yang memerlukan persyaratan persetujuan dari instansi terkait adalah Perseroan yang mempunyai “bidang usaha khusus”. Antara lain lembaga keuangan bank dan yang non-bank. Sedang yang dimaksud dengan instansi terkait, antara lain Bank Indonesia (“BI”) untuk penggabungan perseroan perbankan.

B. Menyusun Rancangan Penggabungan

Setelah memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, Perseroan harus menyusun rancangan penggabungan. Rancangan penggabungan ini diatur dalam Pasal 123 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas jo. Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas, yaitu :
  • Direksi perseroan yang akan menggabungkan diri dan yang menerima penggabungan menyusun rancangan penggabungan;
  • Rancangan penggabungan harus memuat sekurang-kurangnya:
  1. nama dan tempat kedudukan dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
  2. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dan persyaratan Penggabungan;
  3. tata cara penilaian dan konversi saham Perseroan yang menggabungkan diri terhadap saham Perseroan yang menerima Penggabungan;
  4. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima Penggabungan apabila ada;
  5. laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
  6. rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
  7. neraca proforma Perseroan yang menerima Penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
  8. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan diri;
  9. cara penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang akan menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;
  10. cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Penggabungan Perseroan;
  11. nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan yang menerima Penggabungan;
  12. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
  13. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
  14. kegiatan utama setiap Perseroan yang melakukan Penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan; dan
  15. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan.
  • Kemudian terhadap rancangan penggabungan tersebut dimintakan persetujuan kepada Dewan Komisaris dari setiap perseroan yang menggabungkan diri.
Bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan Penggabungan perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi terkait sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
  • Penggabungan Perseroan wajib memperhatikan kepentingan : 
  1. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
  2. Kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
  3. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai Penggabungan sebagaimana dimaksud diatas hanya boleh melakukan haknya untuk meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar.  Keputusan RUPS mengenai Penggabungan Perseroan harus memenuhi jumlah kuorum yang telah ditentukan.
Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tigapluh) hari sebelum pemanggilan RUPS. Pengumuman tersebut juga memuat pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh rancangan Penggabungan di kantor Perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.

Rancangan Penggabungan yang telah di setujui RUPS dituangkan ke dalam akta Penggabungan yang dibuat di hadapan notaries dalam bahasa Indonesia. Salinan akta Penggabungan Perseroan dilampirkan pada :
  1. pengajuan permohonan untuk mendapatkan persetujuan Menteri;
  2. penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar.
Jika Penggabungan Perseroan tidak disertai perubahan anggaran dasar, salinan akta Penggabungan harus disampaikan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan. Direksi Perseroan yang menerima Penggabungan wajib mengumumkan hasil Penggabungan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya Penggabungan.

C. Penggabungan Disetujui Oleh Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”)

Setelah rancangan penggabungan disetujui oleh Dewan Komisaris dari masing-masing perseroan yang menggabungkan diri, kemudian rancangan tersebut harus diajukan kepada RUPS masing-masing perseroan untuk mendapat persetujuan.

Pasal 87 ayat (1)  Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mensyaratkan bahwa keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Mengutip yang disampaikan Yahya Harahap (hal. 491), penjelasan pasal ini mengatakan, yang dimaksud dengan “musyawarah untuk mufakat” adalah hasil kesepakatan yang disetujui oleh pemegang saham yang hadir atau diwakili dalam RUPS.

Ketentuan mengenai RUPS ini dapat juga kita temui dalam Pasal 89 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa RUPS untuk menyetujui Penggabungan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.

Sehubungan dengan itu, cara mengambil keputusan RUPS dalam rangka penggabungan perseroan yang harus diterapkan dan ditegakkan (Hukum Perseroan Terbatas, M. Yahya Harahap, S.H., hal. 491):
  1. Prioritas pertama, didahulukan dan diupayakan keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat, sehingga dapat menghasilkan keputusan RUPS yang disetujui bersama oleh pemegang saham yang hadir atau diwakili dalam RUPS;
  2. Namun, apabila gagal mengambil keputusan dengan cara musyawarah untuk mufakat yang digariskan Pasal 87 ayat [1]  Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dimaksud, baru diterapkan dan ditegakkan ketentuan yang ditetapkan Pasal 89 ayat [1]  Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, yakni keputusan RUPS sah apabila disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagi dari jumlah suara yang dikeluarkan.
Jika RUPS pertama tidak mencapai atau gagal mencapai kuorum, dapat diadakan RUPS kedua dengan kuorum kehadiran paling sedikit :
  • 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS;
  • Sedang keputusan sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.
Sekiranya RUPS kedua ini gagal karena tidak mencapai kuorum, dapat lagi diadakan RUPS ketiga dengan jalan perseroan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar ditetapkan kuorum RUPS ketiga (lihat Pasal 86 ayat [5] UUPT).

D. Pembuatan Akta Penggabungan

Setelah masing-masing RUPS menyetujui rancangan penggabungan yang diajukan, maka rancangan penggabungan dituangkan dalam sebuah Akta Penggabungan (lihat Pasal 128 ayat [1]  Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang dibuat :
  • di hadapan notaris; dan
  • dalam Bahasa Indonesia.
Kemudian salinan akta penggabungan tersebut dilampirkan untuk menyampaikan pemberitahuan penggabungan kepada Menteri Hukum dan HAM (“Menteri”) (lihat Pasal 21 ayat [3] UUPT) untuk dicatat dalam daftar perseroan.

Apabila terdapat perubahan terhadap Anggaran Dasar (“AD”) sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1)  Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas maka perlu adanya persetujuan dari Menteri. Untuk itu perlu mengajukan permohonan untuk mendapat persetujuan Menteri atas penggabungan dengan perubahan AD. 

E. Pengumuman Hasil Penggabungan

Pasal 133 ayat (1)  Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mensyaratkan bagi Direksi perseroan yang menerima penggabungan wajib mengumumkan hasil penggabungan dengan cara:
  • diumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih;
  • dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya penggabungan.
Pengumuman dimaksudkan agar pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui bahwa telah dilakukan Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan. Dalam hal ini pengumuman wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal:
  1. persetujuan Menteri atas perubahan anggaran dasar dalam hal terjadi Penggabungan;
  2. pemberitahuan diterima Menteri baik dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) maupun yang tidak disertai perubahan anggaran dasar.

Dasar hukum :

  1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas.

Referensi  :

  1. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
  2. Zaeni Asyhadie, 2008, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
  3. Yahya Harahap, 2009, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta,
  4. http://artonang.blogspot.co.id/2015/12/badan-hukum.html
  5. http://artonang.blogspot.co.id/2016/02/pengertian-atau-defenisis-merger.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar