Kamis, 12 Mei 2016

PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria) Adalah Pelayanan Pendaftaran Tanah Yang Sederhana, Mudah, Cepat Dan Murah Untuk Penerbitan Sertipikat/Tanda Bukti Hak Atas Tanah

PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria) Adalah Pelayanan Pendaftaran Tanah Yang Sederhana, Mudah, Cepat Dan Murah Untuk Penerbitan Sertipikat/Tanda Bukti Hak Atas Tanah ~ Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar , mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria) Adalah Pelayanan Pendaftaran Tanah Yang Sederhana, Mudah, Cepat Dan Murah Untuk Penerbitan Sertipikat/Tanda Bukti Hak Atas Tanah
Sertifikat Prona
Pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan pemilik terhadap hak atas tanah, baik dalam pemindahan hak ataupun pemberian dan pengakuan hak baru, kegiatan pendaftaran tersebut memberikan suatu kejelasan status terhadap tanah.

Dalam Pasal 1 PP No. 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah disebutkan pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

I. Sertipikasi PRONA

Nama kegiatan legalisasi asset yang umum dikenal dengan PRONA, adalah singkatan dari Proyek Operasi Nasional Agraria. PRONA adalah salah satu bentuk kegiatan legalisasi asset dan pada hakekatnya merupakan proses administrasi pertanahan yang meliputi; adjudikasi, pendaftaran tanah sampai dengan penerbitan sertipikat/tanda bukti hak atas tanah dan diselenggarakan secara massal. PRONA dimulai sejak tahun 1981 berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 Tahun 1981 Tentang Proyek Operasi Nasional Agraria. Berdasarkan keputusan tersebut, Penyelenggara PRONA bertugas memproses pensertipikatan tanah secara masal sebagai perwujudan daripada program Catur Tertib di Bidang Pertanahan.

Kegiatan PRONA pada prinsipnya merupakan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali. PRONA dilaksanakan secara terpadu dan ditujukan bagi segenap lapisan masyarakat terutama bagi golongan ekonomi lemah dan menyeselaikan secara tuntas terhadap sengketa-sengketa tanah yang bersifat strategis. Tujuan PRONA adalah memberikan pelayanan pendaftaran pertama kali dengan proses yang sederhana, mudah, cepat dan murah dalam rangka percepatan pendaftaran tanah diseluruh indonesia dengan mengutamakan desa miskin/tertinggal, daerah pertanian subur atau berkembang, daerah penyangga kota, pinggiran kota atau daerah miskin kota, daerah pengembangan ekonomi rakyat.

PRONA merupakan salah satu wujud upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan ekonomi lemah sampai dengan menengah. Biaya pengelolaan penyelenggaraan PRONA, seluruhnya dibebankan kepada rupiah murni di dalam APBN pada alokasi DIPA BPN RI. Sedangkan biaya-biaya yang berkaitan dengan alas hak/alat bukti perolehan/penguasaan tanah, patok batas, materai dan BPHTB/PPh menjadi tanggung jawab Peserta PRONA.

Peserta PRONA berkewajiban untuk :
  1. Menyediakan/menyiapkan Alas hak/alat bukti perolehan/penguasaan tanah yang akan dijadikan dasar pendaftaran tanah sesuai ketentuan yang berlaku;
  2. Menunjukkan letak dan batas-batas tanah yang dimohon (dapat dengan kuasa);
  3. Menyerahkan Bukti Setor Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Bukti Setor Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (PPh) bagi peserta yang terkena ketentuan tersebut; dan
  4. Memasang patok batas tanah sesuai ketentuan yang berlaku.

II. Kriteria Subyek PRONA

Subyek atau peserta PRONA adalah masyarakat golongan ekonomi lemah sampai dengan menengah. Masyarakat golongan ekonomi lemah sampai dengan menengah yang memenuhi persyaratan sebagai subyek/peserta PRONA yaitu pekerja dengan penghasilan tidak tetap antara lain petani, nelayan, pedagang, peternak, pengrajin, pelukis, buruh musiman dan lain-lain pekerja dengan penghasilan tetap :
  1. Pegawai perusahaan baik swasta maupun BUMN/BUMD dengan penghasilan per bulan sama atau di bawah Upah Minimum Regional (UMR) yang ditetapkan oleh masing-masing kabupaten/kota, yang dibuktikan dengan penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan surat keterangan penghasilan dari perusahaan;
  2. Veteran, Pegawai Negeri Sipil pangkat sampai dengan Penata Muda Tk.I (III/d), prajurit Tentara Nasional Indonesia pangkat sampai dengan Kapten dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia pangkat sampai dengan Komisaris Polisi, dibuktikan dengan foto copy Surat Keputusan pangkat terakhir;
  3. Istri/suami veteran, istri/suami Pegawai Negeri Sipil, istri/suami prajurit Tentara Nasional Indonesia, istri/suami anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf b), dibuktikan dengan foto copy Surat Keputusan pangkat terakhir dan akta nikah;
  4. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil, pensiunan Tentara Nasional Indonesia dan pensiunan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dibuktikan dengan foto copy Surat Keputusan pensiun;
  5. Janda/duda pensiunan Pegawai Negeri Sipil, janda/duda pensiunan Tentara Nasional Indonesia, janda/duda pensiunan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dibuktikan dengan foto copy Surat Keputusan pensiun janda/duda dan akta nikah.

 

III. Kriteria Penetapan Lokasi PRONA

Di dalam penetapan lokasi PRONA perlu memperhatikan kondisi wilayah dan infrastruktur pertanahanan yang tersedia.

A. Kondisi Wilayah :

Lokasi Kegiatan PRONA diarahkan pada wilayah-Wilayah sebagai berikut :
  • desa miskin/tertinggal;
  • daerah pertanian subur atau berkembang;
  • daerah penyangga kota, pinggiran kota atau daerah miskin kota;
  • daerah pengembangan ekonomi rakyat;
  • daerah lokasi bencana alam;
  • daerah permukiman padat penduduk serta mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan;
  • daerah diluar sekeliling transmigrasi;
  • daerah penyangga daerah Taman Nasional;
  • daerah permukiman baru yang terkena pengembangan prasarana umum atau relokasi akibat bencana alam.

B.Infrastruktur Pertanahan

Penetapan lokasi wilayah desa/kelurahan PRONA, hendaknya memperhatikan ketersediaan infrastruktur pertanahan, antara lain :
  • Rencana Umum Tata Ruang Wilayah;
  • Inventarisasi Pengaturan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T);
  • Peta Penatagunaan Tanah;
  • Peta Pengukuran dan Pendaftaran Tanah (Fotogrametis);
  • Infrastruktur Titik Dasar Teknik dan Peta Dasar Pendaftaran;
  • Teknologi Informasi dan Komunikasi;
  • Mobil dan peralatan Larasita; dan
  • Infrastruktur lainnya.

IV. Kriteria Obyek PRONA

  1. Tanah sudah dikuasai secara fisik
  2. Mempunyai alas hak (bukti kepemilikan)
  3. Bukan tanah warisan yang belum dibagi
  4. Tanah tidak dalam keadaan sengketa
  5. Lokasi tanah berada dalam wilayah kabupaten lokasi peserta program yang dibuktikan dengan KTP
  6. Memenuhi ketentuan tentang luas tanah maksimal obyek PRONA.

 

V. LUAS dan JUMLAH TANAH OBYEK PRONA

A. Tanah Negara :

  • Tanah non pertanian dengan luas sampai dengan 2.000 m2 (dua ribu meter persegi), kecuali obyek PRONA yang berlokasi wilayah Kab/Kota Kantor Pertanahan tipe A sampai dengan luas 500 m2 (lima ratus meter persegi); dan
  • Tanah pertanian dengan luas sampai 2 ha (dua hektar).

B. Penegasan konversi/pengakuan hak :

  • Tanah non pertanian dengan luas sampai dengan 5.000 m2 (lima ribu meter persegi), kecuali obyek PRONA yang berlokasi wilayah Kab/Kota Kantor Pertanahan tipe A sampai dengan luas 1.000 m2 (seribu meter persegi); dan
  • Tanah pertanian dengan luas sampai 5 ha (lima hektar).

C. Jumlah bidang tanah :

Bidang tanah yang dapat didaftarkan atas nama seseorang atau 1 (satu) peserta dalam kegiatan PRONA paling banyak 2 (dua) bidang tanah

 

VI. Tahapan Pelaksanaan PRONA

  1. Penyerahan DIPA;
  2. Penetapan Lokasi;
  3. Penyuluhan;
  4. Pengumpulan data (alat bukti/alas hak, Penetapan Peserta);
  5. Pengukuran dan Pemetaan;
  6. Pemeriksaan Tanah;
  7. Pengumuman;
  8. Penerbitan SK Hak/Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis (Penetapan Hak);
  9. Penerbitan sertipikat/Pembukuan Hak; dan
  10. Penyerahan Sertipikat

VII. SUMBER BIAYA PRONA

Mengenai biaya yang dikenakan untuk sertipikat tanah PRONA, hal itu diatur dalam Keputusan Meneg Agraria/Kepala Badan pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1995 tentang Perubahan Besarnya Pungutan Biaya Dalam Rangka Pemberian Sertipikat Hak Tanah yang Berasal Dari Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Penegasan Hak Tanah Adat dan Konversi Bekas Hak Tanah Adat, yang Menjadi Obyek Proyek Operasi Nasional Agraria (“Kepmeneg Agraria 4/1995”).

Biaya untuk pelaksanaan pengelolaan kegiatan PRONA bersumber dari rupiah murni pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang dialokasikan ke DIPA-BPN RI. Anggaran dimaksud meliputi biaya untuk:
  1. Penyuluhan;
  2. Pengumpulan Data (alat bukti/alas hak);
  3. Pengukuran Bidang Tanah;
  4. Pemeriksaan Tanah;
  5. Penerbitan SK Hak/Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis;
  6. Penerbitan Sertipikat;
  7. Supervisi dan Pelaporan.
Sedangkan biaya materai, pembuatan dan pemasanagan patok tanda batas, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (PPh) bagi yang terkena ketentuan perpajakan menjadi beban kewajiban peserta program.

Pada Pasal 1 ayat (1) Kep Meneg Agraria 4/1995 menyatakan sebagai berikut :
"Pemberian hak-hak atas tanah negara kepada masyarakat, penegasan/pengakuan atas tanah-tanah hak adat dan tanah-tanah lainnya yang ditentukan sebagai lokasi Proyek Operasi Nasional Agraria dalam rangka persertifikatkan tanah secara masal, dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara seperti yang telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1975, dan kepada penerima hak-haknya dikenakan kewajiban membayar biaya administrasi".

Berdasarkan ketentuan tersebut, pensertipikatan tanah dalam rangka PRONA dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara, tapi penerima sertipikat tanah PRONA tetap harus membayar biaya administrasi. Hal ini juga sesuai dengan informasi yang tercantum dalam laman resmi Badan Pertanahan Nasional (bpn.go.id).

Perincian biaya administrasi PRONA dapat dilihat dalam boks di bawah :

a. Pemberian hak atas tanah Negara:

1. Di daerah pedesaan

Untuk luas tanah sampai dengan 2 Ha sebesar Rp 3.000,-

2. Di daerah perkotaan

  1. Untuk jenis penggunaan pertanian yang luasnya kurang dari 2000 M2 sebesar Rp 5.000,-
  2. Untuk jenis penggunaan bukan pertanian yang luasnya sampai 2.000 M2 sebesar Rp 10.000,-

b. Asal tanah milik adat :

1. Daerah pedesaan

Untuk luas tanah sampai 2 Ha sebesar Rp. 1.000,-

2. Di daerah perkotaan

Untuk luas tanah sampai 2.000 M2 sebesar Rp 1.000,-

Di samping biaya administrasi, kepada setiap penerima hak atas tanah Negara dikenakan pula uang sumbangan untuk penyelenggaraan Landreform sebesar 50% dari biaya administrasi.

Setiap pemohon dikenakan biaya Panitia A sebesar Rp. 1250,- untuk tiap bidang apabila lokasi tanah dalam proyek terdiri dari 10 bidang; sebesar Rp. 2.500,- apabila lokasi tanah dalam proyek terdiri dari 5 sampai 9 bidang.

Untuk biaya pendaftaran hak dikenakan pungutan sebesar :

a. Untuk konversi hak adat

  1. Rp 10.000,- untuk daerah perkotaan;
  2. Rp. 1.000,- untuk daerah pedesaan;

b. Untuk penegasan hak

  1. Rp. 10.000,- untuk daerah perkotaan;
  2. Rp. 1.000,- untuk daerah pedesaan;

c. Untuk tanah negara

  1. Rp. 10.000; untuk daerah pedesaan;
  2. Rp. 1.000,- untuk daerah pedesaan;
Untuk biaya formulir sertifikat, dikenakan pungutan sebesar Rp. 2.000,-.

Jadi, pengurusan sertipikat tanah PRONA memang dikenakan biaya yaitu biaya administrasi yang perinciannya telah kami jelaskan di atas.

Hal ini dikuatakan dengan adanya larangan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/BPN untuk melakukan pungutan biaya dalam pelayanan kepada masyarakat, sesuai dengan instruksi Menteri ATR/BPN pada Surat Edaran Nomor 709/3.2/2016 Tentang Pungutan Pada Kegiatan PRONA, bahwa dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat dibidang pertanahan, khususnya untuk kegiatan PRONA dan kegiatan legalisasi asset tanah yang di biayai oleh APBN/APBD.

Dasar hukum :

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA),
  2. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria,
  3. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 tahun 1995 tentang Perubahan Besarnya Pungutan Biaya Dalam Rangka Pemberian Sertipikat Hak Tanah yang Berasal Dari Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Penegasan Hak Tanah Adat dan Konversi Bekas Hak Tanah Adat, yang Menjadi Obyek Proyek Operasi Nasional Agraria,
  4.  PP No. 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 

Referensi :

  1. Budi Harsono;Undang-Undang Pokok Agraria, Sejarah Penyusunan Isi dan Pelaksanaannya, Jambatan Jakarta,1961.
  2. Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan,Rajawali Pers, Jakarta, 2008
  3. Ali Sofwan Husein, Konflik Pertanahan Dimensi Keadilan dan Kepentingan Ekonomi, Pustaka Sinar Harapan Jakarta, 1997.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar