Syarat Sahnya Perjanjian Kerja ~ Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, disebutkan bahwa sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu :
- Kesepakatan dari mereka yang mengikatkan diri,
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
- Suatu hal tertentu, dan
- Suatu sebab yang halal.
Syarat Sahnya Perjanjian Kerja |
Dalam perjanjian kerja, sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 1 angka 14 Jo Pasal 52 ayat 1 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, definisi perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Dalam Pasal 52 ayat 1 menyebutkan bahwa :
- 1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
- kesepakatan kedua belah pihak;
- kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
- adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
- pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- 2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
- 3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.
Perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan. Perjanjian kerja yang dibuat secara lisan hanya untuk Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan harus disertai dengan surat pengangkatan. Sementara untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) wajib dibuat secara tertulis. PKWT yang dibuat secara lisan adalah bertentangan dan menjadi PKWTT.
Kesepakatan kedua belah pihak yang lazim disebut kesepakatan bagi yang mengikatkan dirinya, bahwa pihak-pihak yang mengadakan perjanjian kerja harus setuju/sepakat, seia-sekata mengenai hal-hal yang diperjanjikan.
Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak yang membuat perjanjian harus haruslah cakap membuat perjanjian (tidak terganggu kejiwaan/waras) ataupun cukup umur minimal 18 Tahun (Pasal 1 angka 26 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).
Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dalam istilah Pasal 1320 KUHPerdata adalah hal tertentu. Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan objek dari perjanjian. Objek perjanjian haruslah yang halal yakni tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Suatu perjanjian kerja harus secara tegas menyebutkan jenis pekerjaan yang akan dikerjakan oleh pihak pekerja. Hal ini tentu saja untuk menghindari perbedaan atau permasalahan yang mungkin timbul kemudian. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 54 ayat 1 UUK, perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat :
- Nama, alamat, dan jenis perusahaan,
- Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh,
- Jabatan atau jenis pekerjaan,
- Tempat pekerjaan,
- Besarnya upah dan cara pembayaran,
- Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja,
- Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja,
- Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat, dan
- Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah. Syarat kemauan bebas kedua belah pihak dan kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak dalam membuat perjanjian dalam hukum perdata disebut sebagai syarat subjektif karena menyangkut mengenai orang yang membuat perjanjian.
Sumber Hukum :
- Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan
- Pasal 1320 KUHPerdata
Referensi :
- FJHM Van der Ven, Pengantar Hukum Kerdja, Terj. Sridadi, Kanisius, Cet II, 1969.
- http://artonang.blogspot.co.id/2014/12/perjanjian-perburuhankesepakatan-kerja.html
- Sedjun H. Manulang, Pokok‐pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Jakarta, PT Rineka Cipta, Cet. II, 1995.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar