Selasa, 03 Mei 2016

Pluralisme Hukum Perdata

Pluralisme Hukum Perdata ~ Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan mereka yang akan dipilih.

Pluralisme Hukum Perdata
Pluralisme Hukum Perdata
Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. Filsuf Aristoteles menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela”.

Pluralisme hukum adalah munculnya suatu ketentuan atau sebuah aturan hukum yang lebih dari satu di dalam kehidupan sosial. Kemunculan dan lahirnya pluralisme hukum di indonesia di sebabkan karena faktor historis bangsa indonesia yang mempunyai perbedaan suku, bahasa, budaya, agama dan ras. Tetapi secara etimologis bahwa pluralisme memiliki banyak arti, namun pada dasarnya memiliki persamaan yang sama yaitu mengakui semua perbedaan-perbedaan sebagai kenyataan atau realitas. Dan di dalam tujuan pluralisme hukum yang terdapat di indonesia memiliki satu cita-cita yang sama yaitu keadilan dan kemaslahatan bangsa.

Kehidupan hukum indonesia yang notabenya menganut sistem hukum yang begitu plural. Sedikitnya terdapat lima sistem hukum yang tumbuh dan berkembang di dunia, yaitu :
  1. Sistem Common law, sistem ini dianut oleh inggris dan bekas penjajahan inggris,pada umumnya , bergabung dalam negara - negara persemakmuran,
  2. Sistem Civil Law yang berasal dari hukum romawi,yang dianut di Eropa Barat, dan di bawa ke negara-negara bekas penjajahanya oleh pemerintah kolonial dahulu,
  3. Hukum Adat, hal ini berlaku di negara Asia dan Afrika. Hukum adat berlaku tergantung adat masing masing atau suatu wilayah tersebut,
  4. Hukum Islam, hal ini di anut oleh manusia yang beragama Islam di manapun berada, baik di negara-negara di Afrika Utara, afrika Timur, Timur Tengah (Asia Barat) dan Asia ,dan
  5. Sistem Hukum Komunis atau Sosialis yang dilaksanakan di negara-negara seperti Uni Soviet.
Dari kelima sistem hukum yang terdapat di Dunia, Indonesia hanya menganut tiga dari lima sistem hukum tersebut yakni sistem hukum Adat, sistem hukum Islam dan hukum Barat. Ketiga hukum tersebut saling berkesinambungan antara satu dengan yang lain mereka saling beriringan menggapai tujuan yang sama, namun di dalam perjalananya mereka mengikuti aturan yang terdapat di dalam hukum tersebut.

Tetapi bila di kaji secara logika masing-masing hukum tersebut, memiliki kesamaan di dalamnya. Mau tidak mau bahwa sistem pluralisme hukum di indonesia telah melekat dan menjadi darah daging bagi masyarakat kita. Dan kita tidak bisa mengelak bahwa hukum pluralisme tersebut berkembang di indonesia. Konsep pluralisme hukum bangsa Indonesia menegaskan bahwa masyarakat memiliki cara berhukumnya sendiri yang sesuai dengan rasa keadilan dan kebutuhan mereka dalam mengatur relasi-relasi sosialnya, pluralnya hukum yang berada pada indonesia, hukum akan terpakai sendiri dengan keinginan atau kebutuhan masyarakat tersebut.

Hakikatnya pluralisme hukum di Indonesia tujuaanya sama, yakni mencapai keadilan dan kemaslahatan bangsa. Walaupun hukum bangsa ini bersumber lebih dari satu aturan hukum yang begitu terlihat dan nampak begitu jelas, sistem hukum tersebut memiliki visi dan misi yang sama. Dari sistem keanekaragaman hukum bangsa ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan yaitu bangsa Indonesia yang ingin mencapai kehidupan yang maslahat, adil dan sejahtera. Banyak literatur di kemukakan bahwa tujuan hukum adalah mencapai dari pada keadilan. Di dalam buku Prof. Peter Mahmud Marzuki SH.MS.LLM. “Gustav Radbruch"menyatakan bahwa cita hukum adalah tidak lain dari pada keadilan. Untuk lebih mengenal jauh tentang pluralisme berikut adalah uraian terjadinya pluralisme di indonesia.

Pluralisme hukum perdata dewasa ini masih sangat terasa, namun berbeda dengan pluralisme hukum yang terjadi ketika jaman Kolonial Belanda. Politik hukum pada masa itu, seperti yang telah di canangkan melalui Pasal 131 dan 163 indische staatstreegeling, di bagi menjadi 3 golongan penduduk indonesia dalam pemberlakuan ketentuan hukum perdata terhadapnya, yaitu :
  1. Golongan eropah yang memberlakukan BW terhadapnya.
  2. Golongan bumi putra yang memberlakukan hukum adat nya.
  3. Golongan timur asing yang memberlakukan hukum adatnya juga.
Namun golongan bumi putra dan timur asing di beri peluang oleh pemerintah belanda untuk menggunakan BW dengan cara penundukan diri (onderwerping ordonantic).

Namun walaupun suasana pluralisme hukum di indonesia dewasa ini masih terasa, ada perbedaan yang perlu di perhatikan bahwa indische staatstregeling sudah dianggap tidak berlaku lagi, di karenakan tidak sesuai dengan prinsip prinsip negara kesatuan, dan tidak ada penundukan diri ketika ingin memberlakukan BW atas nya, di karenakan BW sudah resmi menjadi hukum yang ada di indonesia, hukum adat dan BW semua berlaku di indonesia sebagai RECHTKEUZE.

Pluralisme Hukum Perdata Materiil di Indonesia adalah Hukum perdata materiil yang berlaku di Indonesia yang bersifat pluralis, hal ini terkait dengan sejarah politik hukum pada masa Hindia Belanda berdasarkan Indische Staatsregeling (IS) Stb 1925 No.1415 yang mengatur tentang penggolonganpenduduk dan hukumnya yang berlaku bagi mereka.
  • Hukum Perdata Barat (KUHPerdata) dan KUHDagang (WVK) : Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku diIndonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan. Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD1945, KUHPerdata. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia. 
  • Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan dalam usahanya memperoleh keuntungan. Dapat juga dikatakan, hukum dagang adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia-manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya, dalam lapangan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7). Pengertian lain, hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan (H.M.N. Purwosutjipto, 1987 : 5).
  • Hukum Perdata Adat : Hukum Adat adalah adalah seperangkat norma danaturan adat/kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah. misalnya diperkampungan pedesaan terpencil yang masih mengikuti hukum adat. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.
  • Hukum Perdata Islam : Schacht menulis bahwa “Hukum suci Islamadalah sebuah badan yang mencakup semua tugas agama, totalitas perintah Allah yang mengatur kehidupan setiap muslim dalam segala aspeknya.

Dasar Hukum :

Kitab Undang Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, disingkat B.W.)

Referensi :

  1. Daud Ali,Mohammad “ Hadirnya hukum islam di indonesia (HUKUM ISLAM)”, Jakarta 1990,
  2. Marzuki, Peter Mahmud Marzuki, Pengantar hukum indonesia,( Civil Law dan Common Law), Jakarta 2008,
  3. C.S.T. Kansil, 1985 : 7
  4. H.M.N. Purwosutjipto, 1987 : 5
  5. http://artonang.blogspot.co.id/2016/04/pengertian-hukum-perdata.html
  6. http://artonang.blogspot.co.id/2016/05/pluralisme-hukum-di-indonesia.html
  7. http://artonang.blogspot.co.id/2016/01/pengertian-unsur-ciri-sifat-tujuan-dan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar